TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritik yang disampaikan BEM UI dalam bentuk meme yang menyampaikan pesan Jokowi The King of Lip Service tak muncul dari ruang hampa.
Ini adalah ekspresi dan bentuk komunikasi kekinian gaya aktivis milenial yang berisi pesan ketidakpuasan yang disuarakan mahasiswa sebagai corong aspirasi masyarakat.
Demikian disampaikan Kamhar Lakumani, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, kepada pers pada Rabu (30/6/2021).
"Sudah barang tentu aspirasi ini telah melalui proses kajian dan pendalaman sebelum dipresentasikan," kata Kamhar.
Menurut Kamhar, aspirasi mahasiswa itu tentunya berangkat pada deretan fakta-fakta bahwa banyak janji-janji kampanye mulai dari 2014 sampai 2019 yang tak ditunaikan atau dilunasi.
"Malah semakin jauh panggang dari api, seperti misalnya penangan krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Covid-19 semakin melonjak tak terkendali, dan utang yang semakin menggunung terjebak pada situasi Fisher’s Paradox atau bayar utang pakai utang," ujar Kamhar yang dulu dikenal aktivis mahasiswa ini.
Baca juga: Setelah Jokowi, Giliran Ketua KPK Firli Bahuri Dikritik BEM UI Lewat Postingan Ini
Di level BEM Universitas, menurut Kamhar, prosedur kajian dan cek and ricek senantiasa dijalankan secara ketat untuk menjaga kualitas gagasan, apalagi seperti BEM UI yang sejak dulu dikenal sebagai parameter pergerakan mahasiswa Indonesia.
"Saya meyakini tradisi ini masih dipertahankan," katanya.
Kamhar mengtakan masih terekam kuat dalam memori ingatannya pada tahun 2000 saat dirinya bersama sejumlah aktivis mahasiswa kala itu berhasil kembali membentuk Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasanuddin (LEMA UNHAS) setelah sebelumnya vakum sejak tahun 1995.
"Image BEM UI jas kuning (jas almamater UI) tak akan turun ke jalan jika aspirasi atau isue yang dibawa tak benar-benar penting, artinya jika jas kuning sudah turun ke jalan berarti ada hal penting atau genting," ujarnya.
"Kami pun di Makassar demikian, sebagai parameter gerakan mahasiswa di Indonesia Timur, jas merah (jas almamater UNHAS) tak akan turun ke jalan jika tak benar-benar penting dan valid isue yang diperjuangkan," ujar Kamhar.
Menurut Kamhar, jika dulu penyampaiannya turun ke jalan dengan membawa spanduk maka di era digital seperti saat ini lebih banyak pilihan salurannya, termasuk melalui media sosial dalam bentuk meme.
"Apa pun pilihan salurannya pasti telah melalui proses kajian. Ada proses dialektika, tak asalan," kata dia.
Kamhar mengapresiasi sikap BEM UI ini, dengan idealisme yang terjaga dan keberaniannya untuk tampil bersuara sebab kehadirannya telah lama dinanti.