TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan menteri era Orde Baru Harmoko meninggal dunia hari Minggu (4/7/2021) malam pukul 20.22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, dalam usia 82 tahun.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun telah meninggal dunia Bapak H. Harmoko bin Asmoprawiro pada hari Minggu 4 Juli jam 20:22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto. Mohon dimaafkan segala kesalahan beliau dan mohon doanya insya Allah beliau husnul khotimah. Aamiin," demikian kabar yang diterima redaksi Tribunnews.com, Minggu (4/7/2021).
Harmoko pernah menjabat sebagai menteri penerangan selama beberapa periode pada masa Orde Baru.
Harmoko tiga kali menjabat sebagai menteri penerangan era pemerintahan Orde Baru secara berturut-turut, mulai tahun 1983 hingga 1997.
Harmoko juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR RI pada masa pemerintahan BJ Habibie.
Harmoko juga dikenal sebagai sosok wartawan di eranya. Pria kelahiran Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939 ini pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebelum kemudian diangkat menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.
Dikutip dari Wikipedia, pria kelahiran Nganjuk 7 Februari 1939 ini meninggal dunia pada usia 82 tahun. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP Golkar, hingga seorang pencetus istilah "Temu Kader".
Saat menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999 dirinya mengangkat Soeharto selaku presiden untuk masa jabatannya yang ke-7.
Baca juga: BREAKING NEWS: Menteri Penerangan Era Orde Baru Harmoko Meninggal Dunia
Namun dua bulan kemudian Harmoko pula meminta Soeharto untuk turun dari jabatan. Momen itu juga diwarnai dengan gerakan rakyat dan mahasiswa yang menuntut reformasi.
Dikutip dari Kompas.com, pengangkatan kembali Soeharto saat itu sebagai Presiden RI ditandai dengan adanya Sidang Paripura ke-V pada 11 Maret 1998.
Baca juga: Bambang Soesatyo: Harmoko adalah Guru, Panutan Banyak Kader Golkar
Namun ada kejadian langka terjadi, yakni saat patahnya palu sidang.
"Begitu palu sidang saya ketukkan, meleset, bagian kepalanya patah, kemudian terlempar ke depan...," ungkap Ketua DPR-MPR periode 1997-1999 Harmoko dalam buku Berhentinya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Harmoko.
Baca juga: Golkar Berduka, Nurul Arifin: Harmoko Is A Legend
Rupanya kejadian tersebut begitu dimaknai oleh Harmoko, hingga tak bisa dilupakan.
Setelah terpilih lagi menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya, Soeharto dihadapkan dengan aksi-aksi demonstrasi besar menentang pemerintahan.
Mahasiswa Universitas Trisakti menuntut reformasi pada 12 Mei 1998. Aksi demonstrasi ini kemudian berujung tragedi.
Hingga akhinya 2 bulan lebih tepatnya 70 hari setelah diangkat menjadi Presiden RI kembali, Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya.
Palu Patah
Menurut Arwan Tuti Artha, penulis buku Dunia Spritual Soeharto, patahnya kepala palu di Sidang Paripura MPD ke-V memberi isyarat patahnya perjalanan Pak Harto di tengah jalan.
Harmoko dikenal sebagai sosok orang dekat sekaligus tokoh yang meminta Soeharto agar mundur dari jabatan presiden pada masa krisis moneter 1998.
Berkarir sebagai jurnalis hingga menjadi politikus terkenal bangsa Indonesia. Jejak pergulatannya di dunia wartawan selama 23 tahun mengantarkannya menjadi menteri penerangan zaman Presiden Soeharto.
Saat menjadi Ketua MPR RI Harmoko pernah meminta Soeharto mundur dari jabatan presiden karena desakan rakyat Indonesia kala krisis ekonomi moneter.
Harmoko juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar dari tahun 1993 selama 5 tahun.
Pendiri Harian Pos Kota
Karirnya sebelum terjun di dunia politik, pada awalnya Harmoko merupakan seorang wartawan dan kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka setelah lulus dari sekolah menengah.
Kemudian pada tahun 1964 mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat ini juga pernah menjadi wartawan di Harian Angkatan Bersenjata.
Satu tahun berselang, kariernya semakin menanjak. Selain menjadi wartawan di Harian API, Harmoko juga dipercayakan sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar berbahasa Jawa, Merdiko.
Lalu, pada tahun 1966 hingga 1968, Harmoko menjadi penanggung jawab Harian Mimbar Kita. Pada 16 April 1970 bersama rekan-rekannya, Harmoko mendirikan Harian Pos Kota.
Dalam rezim kepemimpinannya, oplah Pos Kota meningkat hingga mencapai 200.000 eksemplar pada tahun 1983.
Pancetus Kelompencapir
Kredibelitas Harmoko membuatnya dilirik Presiden Soeharto hingga akhirnya ia berhasil menjabat sebagai Menteri Penerangan RI selama 14 tahun sejak 1983.
Selama menjabat sebagai Menteri, dapat dikatakan Harmoko menjadi salah satu orang kepercayaan ke-2 Presiden Soeharto.
Harmoko dianggap mampu menerjemahkan gagasan-gagasan Soeharto kala itu.
Bahkan, Harmoko juga pencetus ide Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa) yang berfungsi untuk menyampaikan informasi dari pemerintah ke publik.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga sosok dibalik pembredelan Tempo, DeTik, dan Editor dengan tujuan demi kestabilan pemerintahan.
Sebagai sosok yang bergelut dengan pers, sebetulnya ia paham pembredelan sangat menyakitkan. Namun, apa boleh buat itu adalah perintah.
Menjelan Pemilihan tahun 1998, Presiden Soeharto sebetulnya sudah berniat mundur. Tapi, Harmoko tetap mendukungnya untuk melanjutkan pemerintahan.
Setelah kembali terpilih, ternyata gejolak akibat krisis moneter semakin menjadi hingga terjadi kerusuhan Mei 1998.
Hal tak terduga terjadi tanggal 18 Mei 1998. Harmoko mengeluarkan keterangan pers dan meminta supaya Presiden Soeharto mundur.
“Demi persatuan dan kesatuan Bangsa pimpinan DPR baik Ketua maupun Wakil Ketua, mengharapkan presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana,” ucap Harmoko.
Hal tersebut yang membuat ketegangan antara keluarga Cendana Soeharto dan Harmoko.
Mereka pun tidak pernah bertatap muka lagi hingga tahun 2008, Harmoko menjenguk Soeharto di RSPP dan menjadi pertemuan yang terakhir sebelum Soeharto meninggal.
Setelah tumbangnya Orde Baru (Orba) dan lahirnya Era Reformasi nama Harmoko tak muncul lagi dalam aktivitas politik.
Tak lama muncul, Harmoko mulai aktif kembali dengan dunia lamanya yakni tulis menulis.
Harmoko sesekali menulis di kolom Ngopi Pos Kota. Pada tahun 2016, Harmoko mengalami penurunan kesehatan karena kerusakan saraf motorik otak belakang.
Harmoko berjuang untuk memulihkan kesehatannya yang memasuki usianya ke-77 tahun.
Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, mengonfirmasi kebenaran kabar mantan Menteri Penerangan RI era Orde Baru, Harmoko meninggal dunia pada Minggu (4/7/2021) malam.
Dave mengatakan Harmoko wafat di RSPAD Gatoto Soebroto pada pukul 20.22 WIB.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun telah meninggal dunia Bpk. H. Harmoko bin Asmoprawiro pada hari Minggu 4 Juli pada jam 20:22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto," kata Dave kepada wartawan, Minggu (4/7/2021).
Harmoko di Mata Para Tokoh
Banyak tokoh dan politisi yang merasa kehilangan atas meninggalnya almarhum Harmoko.
Di mata Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menyebut Harmoko sebagai sosok rendah hati dan berwawasan luas
"Beliau seorang yang rendah hati dan berwawasan luas karena latar belakang kewartawanannya. Dan sangat memegang teguh budaya Jawanya," kata Idris kepada wartawan, Senin (5/7/2021).
Idris menyatakan Partai Golkar sangat berduka atas wafatnya Harmoko. Bagi Idris, Harmoko adalah satu di antara tokoh bangsa dan kader terbaik yang pernah dimiliki Partai Golkar.
Dia mengajak masyarakat untuk berdoa agar almarhum Harmoko husnul khatimah. "Semoga Almarhum husnul khotimah," pungkasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin menilai Harmoko adalah sosok pejabat legendaris.
"Harmoko is a legend," kata Nurul, Minggu(4/7/2021) malam.
Partai Golkar lanjut Nurul juga berduka atas meninggalnya Harmoko.
Menurutnya, Harmoko adalah kader terbaik yang pernah dimiliki partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Kami berduka atas wafatnya seorang tokoh bangsa, yang merupakan salah satu kader terbaik yang pernah dimiliki Partai Golkar. Semasa hidupnya beliau pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar 1993-1998, Ketua DPR/MPR 1997-1999, Menteri Penerangan RI 1983-1997," ujar Nurul.
Nurul juga menyebut Harmoko sebagai seorang yang rendah hati dan berwawasan luas karena latar belakang kewartawanannya.
"Dan sangat memegang teguh budaya Jawanya. Semoga almarhum Husnul Khotimah," ujar Nurul.
Guru dan Panutan
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai Harmoko adalah guru bagi banyak kader Golkar.
Menurutnya, perjalanan hidup Harmoko luar biasa, pernah Menjadi Menteri Penerangan era Orde Baru dan pernah menjadi Ketua MPR pada masa pemerintahan B.J Habibie.
"Harmoko adalah politikus senior, guru sekaligus panutan banyak kader Partai Golkar. Jujur kami semua merasa kehilangan," ujarnya.
Jejak Karier Harmoko:
Wartawan dan Kartunis Harian Merdeka (1960)
Wartawan Harian Angkatan Bersenjata (1964)
Wartawan Harian API (1965)
Pemred Harian Merdiko (1965)
Pendiri Harian Pos Kota (1970)
Pemimpin dan Penanggung Jawab Harian Mimbar Kita (1966-1968)
Menteri Penerangan Indonesia (1983-1997)
Ketua Umum Golkar (1993-1998)
Ketua DPR RI (1997-1999)
Ketua MPR RI (1997-1999)
Laporan: Garudea Prabawati/Chaerul Umam/Willy Widianto/Tribun Manado