TRIBUNNEWS.COM - Memasuki periode ke-4 masa pengabdian sebagai Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Tulungagung, Adi Wibisono melihat Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebagai salah satu wujud eksistensi profesi khususnya Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Menurutnya, karena Program JKN-KIS adalah program negara, program pemerintah, sehingga Apoteker sudah selayaknya terlibat didalamnya.
“Program JKN itu kan program negara, karena regulasi sudah ada, UU SJSN-BPJS dan Perpres JKN, dan pasti dikawal oleh Negara. Tanggung jawab Pemerintah dalam urusan kesehatan warganya dalam Program JKN-KIS ini. Mau tidak mau saya yang kebetulan berada di organisasi profesi juga harus mendukung. Artinya dari sisi regulasi tidak bisa terbantahkan," ujar Adi.
"Yang kedua, kalau bicara dari sisi profesi, karena profesi itu kan esensinya harus berpraktik, mengaktualisasikan diri berdasarkan kompetensi, standar pelayanan, dan etika profesi. Salah satunya terwujudkan dalam bentuk pelayanan kefarmasian yang bertanggungjawab kepada masyarakat secara langsung di Apotek, Puskesmas, Rumah Sakit, dan sebagainya,” jelasnya.
Sebagai organisasi profesi, tentu IAI mengambil peran dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Sinergi ini diwujudkan pada keterlibatan IAI dalam Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB). Menurutnya untuk di tingkat pusat dan daerah, keterlibatan IAI dalam TKMKB sudah sinergi dan baginya itu sudah menunjukkan eksistensi dari profesi.
“Kita dukung bagaimana cara meningkatkan Program Rujuk Balik (PRB) berhasil, melalui peningkatan kepesertaan aktif. BPJS punya ide baik kita dukung, atau sebaliknya, kita punya ide yang inovatif BPJS dukung. Prinsipnya, kalau IAI melakukan itu (karena bagian dari negara), paling tidak kita ikut terlibat langsung dalam pelaksanaan program negara ini. Kami berkeyakinan (program ini) akan terus berkelanjutan, sustainable program," terang Adi.
Sementara itu, Adi memberikan motivasi kepada Apotek yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sebab masih banyak tantangan yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan program yang baru berjalan 7 tahun ini. Apalagi sekarang ditambah tantangan lebih besar dalam pelayanan kefarmasian pada masa pandemi Covid-19 ini.
Adi berpendapat ada 3 hal pendekatan yang dapat dilakukan Apotek mitra BPJS Kesehatan, yakni terus berkesinambungan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat atau pasien PRB secara langsung, dengan patient safety oriented program apotek, melalui pendekatan komunikatif, kreatif-inovatif dan konsisten.
“Dalam pelaksanaannya, misalnya yang pertama, harus tetap berkomunikasi, terdapat harmonisasi stakeholder, pasien, provider supaya baik. Ketika ada isu atau problem di lapangan, bisa dicarikan solusi penyelesaiannya. Contoh di Tulungagung terkait peningkatan mutu, edukasi kepada pasien PRB, dan kepesertaan aktif peserta PRB. Salah satu tools-nya yang disepakati bersama pakai Koper Sobat (Koordinasi Dokter, Apoteker melalui Senam dan Pengambilan Obat PRB). Program itu harus dievaluasi, dianalisa akar permasalahannya, dimodifikasi yang tepat," ujarnya
Menurut Adi, harus ada perencanaan ulang dalam proses pengembangan peran apotek dan apoteker dalam program JKN-KIS. Ia melihat tingkat kehadiran peserta aktif PRB baru mencapai 50% sehingga ia berharap pihak apotek tidak hanya datang ke FKTP untuk sekadar melaksanakan fungsinya. Secara gamblang, Adi menginginkan adanya terobosan program agar menarik bagi Peserta JKN terutama dari sisi apotek dan apoteker.
"Harus ada semacam program kreatif apotek untuk mendorong karyawan agar tetap semangat, berkinerja positif, dan dapat berdampak pada tujuan keselamatan pasien di apotek, khususnya pada pasien PRB. Selanjutnya, semua (perbaikan) itu dilaksanakan secara konsisten oleh pihak FKTP, apotek dan peserta PRB, serta pihak BPJS sesuai peran dan wewenangnya, dan tetap dilakukan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaannya,” terangnya.
Oleh karenanya Adi sangat mengajurkan kepada apoteker dan apotek agar ikut berpartisipasi dan mendukung Program JKN-KIS. Meskipun dalam perjalanannya nanti ada kendala atau kegalauan misalnya Adi menjamin dan optimis, pasti ada solusi untuk menyelesaikannya. Pendekatan komunikasi yang efektif efisien menjadi salah satu sarana penyelesaian yang terbaik.
“Ambil saja peran itu dalam Program JKN, karena ini program pemerintah maka kita harus ikut, harus support dengan apoteker berpraktik profesi di apotek, kalau tidak support juga nanti ada penyesalan atau kerugian (kesempatan dan waktu)," tutur Adi.
"Hari gini (masa pandemi) kalau kita tidak memanfaatkan peluang sekecil apapun sebagai sumber potensi pendapatan apotek dari kita berpraktek profesi, itu suatu kerugian menurut saya. Pasti ada kendala, dan pasti nanti ada solusinya,” pungkasnya.