TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, mengungkapkan kekecewaannya atas vonis lima tahun penjara yang diterimanya dalam kasus suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Menurut Edhy, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Kamis (15/7/2021), tak sesuai dengan fakta persidangan.
"Saya sedih, jadi hasil ini masih tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan," kata Edhy, saat hendak dibawa kembali ke Rumah tahanan KPK, dikutip dari tayangan Youtube, Kompas TV, Jumat (16/7/2021).
Kendati demikian, Edhy mengormati putusan peradilan dan akan tetap mengikutip proses hukum yang tengah berjalan.
Sementara, terkait pengajuan banding, Edhy mengaku akan mempertimbangkannya terlebih dahulu.
"Tapi ya inilah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan proses, tapi kasih waktu berpikir (untuk mengajukan banding). Terima kasih," tambahnya.
Kekecewaan Edhy Prabowo atas vonis lima tahun penjara ini nyatanya tidak sesuai dengan pernyataannya pada akhir Februari 2021 lalu.
Kala itu, Edhy yang menghadap awak media setelah tertangkap KPK, mengaku siap dihukum mati, jika terbukti bersalah.
Edhy menegaskan, dirinya tidak akan lari dari kesalahannya dan tetap bertanggung jawab.
Baca juga: Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara: KPK Mengapresiasi, ICW Nilai Lebih Pantas Diganjar 20 Tahun
"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab," ujar Edhy, Senin (22/2/2021), dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Tak hanya itu, Edhy juga mengaku siap menerima hukuman lebih dari hukuman mati demi masyarakat Indonesia.
"Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya," tegas Edhy.
"Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," jelasnya.
Lebih lanjut, Edhy mengatakan, setiap kebijakan yang ia ambil selama menjadi menteri adalah untuk kepentingan masyarakat.