TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah telah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli mendatang.
Selama masa PPKM Darurat ini, angka penambahan kasus Covid-19 pun masih melonjak, sampai di atas 50 ribu kasus positif.
Kebijakan PPKM Darurat pun menuai pertanyaan pada sejumlah pihak tentang keefektifannya dalam menangani pandemi Covid-19.
Terkait hal ini, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman tak setuju jika ada yang menilai PPKM Darurat ini gagal, hanya saja belum efektif.
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Belum Terkendali, IDI Berharap Pemerintah Memperpanjang Masa PPKM Darurat
Menurutnya, dengan adanya PPKM Darurat, pergerakan mobilitas masyarakat berhasil diturunkan.
Di samping itu, penambahan kasus positif juga terjadi di angka yang stabil.
"Kalau dikatakan PPKM ini gagal, saya tidak setuju karena ini belum efektif. Ada angka reproduksi yang relatif stabil."
"Stabilnya angka reproduksi ini menunjukkan ada efektivitas dari PPKM Darurat," kata Dicky, dikutip dari tayangan Kompas TV Sapa Indonesia Pagi, Senin (19/7/2021).
Meskipun begitu, Dicky mengingatkan angka tambahan kasus ini tetap harus segera diturunkan.
Baca juga: Polisi Buru Pelaku Penyebar Seruan Aksi Tolak PPKM Darurat di Jawa Tengah
Dicky melanjutkan, menekan laju pernambahan kasus perlu dilakukan dengan berbasis sains.
Yakni, dengan lebih menerapkan 3 T (Tes, Tracing, Treatment) dan protokel kesehatan (prokes) 5M.
Menurutnya, saat ini, kapasitas 3T di Indonesia belum maksimal dilakukan.
"Dua minggu ini tingkatkan 3T, sehingga kita putuskan (misalnya) dilonggarkan (PPKM Darurat), 3T terus ditingkatkan."
"Ini yang harus dijadikan strategi utama. Ini berhasil di beberapa negara lain, termasuk di Sidney."