TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, DKI Jakarta menjadi provinsi paling tidak patuh dalam menjaga jarak.
Berdasarkan dari monitoring protokol kesehatan satu minggu terakhir, ketidakpatuhan warga DKI dalam menjaga jarak mencapai 48,26 persen.
“Untuk desa kelurahan yang tidak patuh menjaga jarak, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kelurahan yang paling banyak, yaitu 48,26% atau hampir setengah kelurahan di DKI Jakarta masyarakatnya tidak patuh dalam menjaga jarak,” kata Wiku Adisasmito dalam keterangannya, Selasa (20/7/2021).
Selain DKI Jakarta, Wiku juga menyebut Banten sebagai provinsi yang masyarakatnya rendah dalam kepatuhan menggunakan masker.
“Kelurahan yang tidak patuh memakai masker paling banyak terdapat di Banten sebesar 28,57 persen,” ujarnya.
Baca juga: 50 Persen Masjid di Jakarta Pusat Tetap Gelar Salat Idul Adha
Mengacu pada data tersebut, Wiku menilai pengawasan dan tindak tegas pelanggaran protokol kesehatan perlu menjadi hal penting yang direncanakan matang pelaksanaannya sebelum relaksasi dilakukan.
“Lebih dari itu, beberapa hal perlu diperhatikan sebelum relaksasi dilakukan yaitu yang pertama komitmen, seluruh unsur komitmen pemerintah daerah, TNI, Polri, Puskesmas, hingga ketua RT/RW untuk menjalankan penanganan dengan baik,” kata Wiku.
“Ini penting sebagai modal kita melaksanakan relaksasi yang aman dan efektif,” tambahnya.
Kemudian, lanjut Wiku, rencana dan evaluasi yang matang terkait sasaran ruang lingkup dan metode penanganan menjadi penting untuk mencapai keefektifan penanganan.
“Evaluasi secara berkala juga harus dilakukan agar kualitas penanganan dapat terus ditingkatkan,” ujarnya.
Selanjutnya, sambung Wiku, persiapan sarana dan prasarana sesuai proyeksi kasus seperti tempat tidur tenaga kesehatan alat kesehatan dan obat-obatan penting.
“Selalu dipantau ketersediaannya dan disiapkan buffer atau rencana penambahan apabila kasus kembali melonjak,” katanya.
Selain itu, Wiku menilai juga perlu ada tindak tegas pelanggaran kerumunan di wilayah pemukiman warga yang masih banyak terjadi, bahkan di kota-kota besar menunjukkan belum seluruhnya.
“Operasi yustisi dan penindakan pelanggaran perlu ada perencanaan wilayah target serta jadwal rutin patroli pengawasan dan tindakan tegas,” ujar Wiku.
Di samping itu, Wiku menuturkan, perlu ada pemahaman masyarakat yang sangat besar untuk mencapai keberhasilan menekan kasus selama periode relaksasi.
“Hal ini bisa menjadi berat karena keberadaannya bergantung dari seberapa kompak komitmen masyarakat, karena jika hanya sebagian masyarakat yang disiplin namun sebagian lagi abaikan tentunya ini tidak akan berhasil,” kata Wiku.
“Saya juga ingin menyampaikan bahwa peran RT/RW menjadi sangat besar dalam memastikan warganya menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Bapak ibu ketua RT jadilah contoh yang baik bagi warganya,” tambahnya.
Sumber: Kompas.TV
>