TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal sejumlah opini yang berkembang di masyarakat terkait tuntutan terhadap terdakwa kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 Juliari Peter Batubara.
Diketahui, elemen masyarakat banyak yang tidak puas atas tuntutan 11 tahun yang dilayangkan pada mantan Menteri Sosial tersebut.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tuntutan terhadap suatu perkara harus betul-betul berlandaskan fakta, analisa, dan pertimbangan hukumnya.
Hal ini karena penegakan hukum harus dilakukan dengan cara yang benar menurut hukum.
KPK mengaku memahami suasana kebatinan masyarakat dalam perkara yang menyangkut hak sosial ini.
Namun, lembaga antirasuah berharap hal tersebut tidak menjadi alasan untuk beropini yang kontraproduktif dalam upaya penegakan hukum.
"Karena kita tentu harus patuh dan taat terhadap norma-norma hukum dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (30/7/2021).
Ali menerangkan, perkara korupsi bansos yang melibatkan Juliari Batubara bermula dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Baca juga: ICW Endus Aroma Keganjilan di Balik Tuntutan Rendah KPK Terhadap Eks Mensos Juliari Batubara
Sejauh ini, kata Ali, penerapan pasal pada seluruh hasil tangkap tangan KPK adalah terkait penyuapan. Hal tersebut mendasar pada hasil penyelidikannya.
"Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa OTT adalah produk dari penyelidikan tertutup. Bukan hasil dari case building melalui penyelidikan terbuka, dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan dan klarifikasinya oleh tim penyelidik," jelaa Ali.
Namun, kata Ali, pada kesempatan berikutnya hasil tangkap tangan KPK dapat dikembangkan lebih lanjut untuk penerapan pasal lain, seperti Pasal 2 atau 3 UU Tipikor.
Saat ini, lanjut Ali, KPK pun sedang melakukan pengembangan dalam perkara bansos untuk menerapkan pasal tersebut.
Sebelumnya, peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin menyebut KPK tidak serius mengusut kasus bansos lantaran hanya menuntut Juliari 11 tahun penjara.
Ia mengatakan, jika KPK serius, seharusnya KPK mengejar pada Pasal 2 UU Tipikor terkait kasus yang menjerat Juliari Batubara.
"Saya berbeda tentunya ya. Saya melihat harusnya ke pasal 2 [UU Tipikor]. Andai ada keseriusan pasti ke sana. Problemnya ada ketidakseriusan sedari awal mengejar kasus ini," kata Zainal, Kamis (29/7/2021).
Zainal menyebut ketidakseriusan tersebut juga tergambar dari pasal yang dikenakan terhadap Juliari Batubara yakni pasal suap.
Dia berpendapat pasal suap tersebut diambil KPK untuk melarikan diri dari tanggungjawab yang lebih serius.
"Bahkan bisa jadi mengenakan pasal suap itu adalah 'cara' untuk melarikan diri dari tanggungjawab yang lebih serius," katanya.
Dalam perkara ini, Juliari Batubara dinilai jaksa penuntut umum (JPU) KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Dia dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.