TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menangkap delapan tersangka pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal bermodus koperasi simpan pinjam (KSP) di Medan, Sumatera Utara.
Namun dua orang warga asing yang mengendalikan pinjolnya masih buron.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika mengatakan, operasi pinjol ilegal ini memakai pesang singkat (SMS) blasting untuk menawarkan jasa peminjaman uang kepada korbannya.
SMS blasting ini, katanya, menjadi titik penyidik mengungkap kasus ini, yaitu mendeteksi pelaku yang berada di Kota Medan, Sumatera Utara.
Baca juga: Tutup 3.365 Pinjol Ilegal, Satgas Investasi: Kita Blokir Hari Ini, Besok Ganti Nama
"Kemudian tim berangkat ke Kota Medan, melakukan profiling, penyelidikan dan kita melakukan penangkapan di Medan. Dari situ berkembang bahwa ternyata para pelaku itu selain PT SCA juga terafiliasi dengan beberapa KSP, koperasi simpan pinjam," kata Helmy dalam jumpa pers virtual di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Ia memaparkan nama-nama yang digunakan jaringan ini. Di antaranya koperasi simpan pinjam hidup hijau, cinta damai, pulau bahagia, dana darurat, dana cepat cair, pinjaman kejutan super dan nama-nama lainnya. Mereka semua terafiliasi dengan jaringan ini.
Baca juga: OJK Angkat Tangan, Tak Bisa Cegah Maraknya SMS Berantai dari Pinjol Ilegal
Dikatakannya, delapan orang yang ditangkap memiliki peran masing-masing. Dua di antaranya bertindak sebagai penagih utang (debt collector).
"Jadi kita telah menangkap total delapan tersangka dengan berikut barang bukti tadi, ada ribuan SIM card, modem pool untuk mengirim SMS blasting, kemudian ini ada beberapa HP dan laptop yang fungsinya untuk melihat alur transaksi, transaksi komunikasi dari para pelaku itu," ujarnya.
Selain, itu, pihaknya juga masih memburu dua WNA yang juga terlibat dalam pinjaman online tersebut.
Baca juga: Pinjol yang Tawarkan Pinjaman via SMS atau WA Itu Ilegal, Jangan Tergiur, Segera Blokir Nomornya
"Ada beberapa tersangka WNA yang masih dikejar, sudah kita lakukan pencekalan dan mengirimkan DPO kepada kedua orang ini," tukasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat Pasal 45 ayat 3 tentang UU ITE, Pasal 8 dan Pasal 62 UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen serta UU Cipta Kerja dan Pasal 311 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Teror di Akun Sosial
Helmy juga mengatakan, para tersangka meneror korbannya melalui akun sosial, jika mereka tidak membayar bunga yang tidak masuk akal dan ditetapkan sepihak oleh pelaku.
Ia mencontohkan, pinjol olegal yang memfitnah korban menjadi bandar narkoba.