News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Epidemiolog Singgung Protokol Kesehatan Kendur Meski PPKM Diperpanjang

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas gabungan memberhentikan pengendara yang melanggar protokol kesehatan untuk mengikuti sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Senin (2/8/2021). Dalam sidang tersebut, hakim tunggal menjatuhkan Rp 100 ribu per orang yang terbukti melanggar protokol kesehatan yakni tidak memakai masker saat pemberlakuan PPKM Level 4. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyinggung soal penegakan protokol kesehatan yang semakin mengendur meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terus berlanjut.

Menurutnya, perlu aturan yang mempertegas penerapan protokol kesehatan termasuk dengan sanksinya.

Misal, setiap daerah membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur protokol kesehatan. Dan aturan tersebut harus diterapkan tanpa pandang bulu.

"Protokol kesehatan harus dilakukan meskipun kasus sudah turun sampai kita bebas pandemi. Siapa pun yang melanggar harus ditindak," tegasnya di Jakarta, Selasa (3/8/2021).

Ia menilai, dalam memutuskan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 memang harus ada indikator yang jelas.

Baca juga: Pak Jokowi, Pengelola Pusat Perbelanjaan Sudah Tak Kuat, Pilih PHK dan Rumahkan Karyawan

"Untuk memutuskan dilanjutkan atau tidak PPKM level 4 tergantung indikator yang ingin digunakan," ujar Tri Yunis.

Dia menyebut, apakah PPKM diberlakukan hingga kasus penularan COVID-19 benar-benar ditekan sekecil mungkin. Atau menggunakan indikator Bed Occupancy Rate (BOR) yang mencapai titik aman yakni 60%.

Baca juga: Menjerit, Pengusaha Resto Tantang Pejabat Jalani Hidup Seperti Karyawan yang Dipotong Upahnya

Lebih lanjut, hingga saat ini BOR masih sekitar 80% yang masih amat beresiko. Begitu juga dari positivity rate dan kematian saat ini masih beresiko.

"Sekali lagi, indikator itu yang menentukan apakah beresiko apa tidak," katanya.

Namun diakui, pertimbangan lain yang dihadapi adalah persoalan ekonomi. Banyak toko yang tutup, perusahaan yang merumahkan karyawannya.
"Itu dilema, kondisi COVID-19 nya belum aman tapi perekonomiannya jadi tidak aman," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini