Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyinggung soal penegakan protokol kesehatan yang semakin mengendur meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terus berlanjut.
Menurutnya, perlu aturan yang mempertegas penerapan protokol kesehatan termasuk dengan sanksinya.
Misal, setiap daerah membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur protokol kesehatan. Dan aturan tersebut harus diterapkan tanpa pandang bulu.
"Protokol kesehatan harus dilakukan meskipun kasus sudah turun sampai kita bebas pandemi. Siapa pun yang melanggar harus ditindak," tegasnya di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Ia menilai, dalam memutuskan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 memang harus ada indikator yang jelas.
Baca juga: Pak Jokowi, Pengelola Pusat Perbelanjaan Sudah Tak Kuat, Pilih PHK dan Rumahkan Karyawan
"Untuk memutuskan dilanjutkan atau tidak PPKM level 4 tergantung indikator yang ingin digunakan," ujar Tri Yunis.
Dia menyebut, apakah PPKM diberlakukan hingga kasus penularan COVID-19 benar-benar ditekan sekecil mungkin. Atau menggunakan indikator Bed Occupancy Rate (BOR) yang mencapai titik aman yakni 60%.
Baca juga: Menjerit, Pengusaha Resto Tantang Pejabat Jalani Hidup Seperti Karyawan yang Dipotong Upahnya
Lebih lanjut, hingga saat ini BOR masih sekitar 80% yang masih amat beresiko. Begitu juga dari positivity rate dan kematian saat ini masih beresiko.
"Sekali lagi, indikator itu yang menentukan apakah beresiko apa tidak," katanya.
Namun diakui, pertimbangan lain yang dihadapi adalah persoalan ekonomi. Banyak toko yang tutup, perusahaan yang merumahkan karyawannya.
"Itu dilema, kondisi COVID-19 nya belum aman tapi perekonomiannya jadi tidak aman," ungkapnya.