News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus KTP Elektronik

KPK Ungkap Kendala Usut Kasus Megakorupsi e-KTP

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Barang bukti e-KTP palsu yang disita Polres Metro Jakarta Utara dari sindikat pemalsuan e-KTP.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto menungkapkan kendala pihaknya mengusut kasus megakorupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

Karyoto mengatakan, penyebabnya lantaran banyak saksi yang berada di luar negeri.

"Banyak dari kemarin yang beberapa orang masih tinggal di Singapura," ucap Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/8/2021).

Kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini, imbuh Karyoto, juga membuat penanganan kasus e-KTP terkendala.

Baca juga: Fakta Terbaru NIK KTP Warga Bekasi Dipakai WNA untuk Vaksinasi Covid-19, Ternyata Salah Input Data

Soalnya, dengan adanya berbagai pembatasan, tim komisi antikorupsi kesulitan untuk menjemput saksi-saksi yang berada di luar negeri untuk dimintai keterangan.

"Kondisi masih seperti ini, kami masih belum bisa pergi ke luar negeri, yang dari sana juga belum bisa ke sini," kata dia.

Meski demikian, Karyoto mengaku telah meminta keterangan saksi lewat surat elektronik alias email. Namun, hal tersebut belum cukup.

Baca juga: Cara Lihat Pengumuman Lulus Administrasi CPNS 2021, Cek Hasil di sscasn.bkn.go.id Pakai NIK KTP

KPK, dikatakan Karyoto, perlu memeriksa saksi secara tatap muka.

"Artinya, secara komunikasi mungkin hanya per email saja," kata Karyoto.

Diketahui, pada Agustus 2019 silam, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam kasus rasuah e-KTP.

Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.

Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya 1,2 juta dolar AS; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai 20.000 dolar AS dan Rp10 juta.

Dalam kasus ini, peran Isnu Edhi Wijaya adalah berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini