TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Busana Payas Agung Bali yang dikenakan oleh Puan Maharani saat menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD tahun 2021 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara pada Senin (16/8/2021) membuat kita kembali teringat pada pulau dewata.
Payas Agung adalah satu dari tiga pakaian adat Bali selain Payas Madya, dan Payas Alit.
Tiap jenisnya memiliki peruntukan yang berbeda saat penggunaannya.
Payas Agung biasanya dikenakan saat acara penting dan upacara keagamaan.
Puan mengaku tidak ada desainer khusus yang membantunya memilih busana untuk acara kenegaraan tersebut.
Ia hanya menggunakan pakaian koleksi pribadi.
“Ini baju saya sendiri, nggak ada desainer.
Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen,” terangnya.
Baca juga: Ini Alasan Tarif RT-PCR Luar Pulau Jawa dan Bali Lebih Mahal Dibanding Jawa dan Bali
Lantas, apa alasan Puan memakai baju adat dari Bali tersebut?
"Baju adat dari Bali. Ya karena Indonesia beragam, punya keberagaman macam-macam dari daerahnya," kata Puan.
Baju adat yang dikenakan Puan Maharani berwarna putih, dibalut kain dengan perpaduan warna hitam, emas dan cokelat.
Puan juga memakai sanggul dengan motif bunga di kepalanya.
Penggunaan busana Payas Agung Bali sebagai penyemangat bagi masyarakat Bali untuk kembali bangkit dan terus berjuang di tengah pandemi ini.
Apalagi saat ini kurang lebih 5.000 hotel di Bali, lebih dari separuhnya terpaksa tutup dalam setahun terakhir.
Hotel yang tetap buka, hanya memiliki tingkat hunian rata-rata 5 persen.
Sekitar 300.000 pekerja hotel dan restoran dirumahkan.
Demikian pula dengan 75.000 pekerja sektor transportasi dan 360.000 pekerja industri pendukung lainnya.
Lebih dari separuh perekonomian Bali ditopang oleh industri pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Bali turun hingga 12,28% pada kuartal III-2020, dan kontraksi 12,21% pada kuartal IV-2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019 (year on year/yoy).
Secara kumulatif, ekonomi Bali sepanjang 2020 mengalami kontraksi 9,31% yoy. Hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
Pemerintah Provinsi Bali juga bergerak dengan menggencarkan program vaksinasi terutama bagi peserta industri pariwisata dan merumuskan berbagai kebijakan untuk membuat Bali tak lagi bergantung sepenuhnya pada sektor pariwisata.
Baca juga: Cerita di Balik Presiden Pakai Baju Adat Baduy, Ini Alasan Tak Bawa Golok
Pemerintah pusat meluncurkan program WFB (Work From Bali) yang tentu saja kontradiktif dengan pembatasan kegiatan masyarakat berjilid-jilid.
Tapi bagaimanapun juga itu adalah usaha yang patut diapresiasi, walau belum tentu bisa dilaksanakan.
Sekarang, bola ada di tangan pemerintah, bagaimana menyeimbangkan peraturan dan misi menyelamatkan ekonomi.
“Harus ada aturan yang jelas, disosialisasikan dengan baik.
Pemerintah harus terkoordinasi, satu suara sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Puan Maharani.
Gubernur Bali I Wayan Koster meminta kebijakan spesifik dan spasial dalam upaya pemulihan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19, utamanya di sektor pariwisata. Pasalnya, pelaku pariwisata Bali paling besar terdampak pandemi.
Pada April lalu, Koster sempat mengungkapkan harapannya agar semua pemangku kebijakan untuk tidak melupakan Bali yang terdampak begitu hebat selama pandemi Covid-19.
Ketika kondisi normal pada medio 2019 lalu, sebanyak 6,3 juta wisatawan mancanegara (Wisman) datang ke Bali yang setara 39 % dari jumlah total wisman nasional. Angka tersebut juga berarti jumlah devisa sebesar 29 % dari total devisa sektor pariwisata Indonesia.
“Belum lagi untuk wisdom (wisatawan domestik) di mana ada 10 ,5 juta orang datang ke Bali. Jadi Ekonomi sangat tergantung pariwisata, dan jika normal pertumbuhan ekonomi kita selalu di atas rata-rata nasional,” ujar Koster.
Pemerintah pusat ikut mendukung pemulihan ekonomi di Bali dengan adanya kebijakan Bank Himbara mengucurkan modal kerja kepada sektor-sektor yang terdampak parah dari Covid-19 yakni pariwisata, perhotelan, dan restoran, termasuk di Provinsi Bali yang menjadi prioritas.
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengajak Bank Pembangunan Daerah serta bank swasta untuk menurunkan suku bunga guna memperbaiki perekonomian Indonesia.
Sementara itu, kalangan pengusaha di Pulau Dewata mengusulkan agar wisatawan asing mulai diizinkan masuk ke Bali mulai Agustus ini, sementara pengawasan masuknya warga negara asing dan bahaya penyebaran virus yang mengintai masih terus menjadi sorotan karena dinilai belum optimal.
Mungkin inilah saatnya pemerintah merapikan strategi pariwisata nasional. Bagaimana mungkin menciptakan Bali baru sementara Bali yang “lama” saja sedang terpuruk?
Oleh karenanya, sehari sebelum Hari Ulang Tahun ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia Puan Maharani berpesan agar pemerintah mengantisipasi berbagai konsekuensi sosial dan ekonomi di balik kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, utamanya di kawasan yang bertopang pada sektor pariwisata seperti di Bali.