News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICW Beberkan 4 Bentuk Represi yang Dihadapi Ketika Jalankan Mandat Pengawasan Masyarakat Sipil

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam Diskusi Publik bertajuk Merdeka Dari Represi Terhadap Kritik yang disiarkan di kanal Youtube PBHI Nasional pada Rabu (18/8/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana membeberkan empat bentuk represi yang pernah dihadapi pegiat ICW ketika menjalankan fungsi pengawasan dari sisi masyarakat sipil.

ICW sendiri, kata dia, hadir sejak tahun 1998 dan dimandatkan untuk mengawasi proses berjalannya pemerintahan dalam memastikan Undang-Undang 28 tahun 1999 terkait penyelanggaraan negara yang bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat berjalan dengan baik dari sisi masyarakat sipil.

Kurnia mengatakan empat bentuk represi tersebut adalah laporan polisi, serangan fisik, serangan peretas, dan serangan pendengung atau buzzer.

Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Publik bertajuk Merdeka Dari Represi Terhadap Kritik yang disiarkan di kanal Youtube PBHI Nasional pada Rabu (18/8/2021).

"Itu empat hal yang sering kali ICW terima dalam konteks represi dan refleksi beberapa waktu ke belakang," kata Kurnia.

Pertama, lanjut dia, represi datang melalui laporan polisi dengan delik-delik Undang-Undang ITE pasal 27 ayat 3, pasal 310 KUHP, dan pasal 311 KUHP.

Ia kemudian mencontohkan sejumlah kasus yang pernah dihadapi oleh peneliti-peneliti ICW terkait laporan polisi.

Contoh pertama adalah ketika ICW mengkritik Kejaksaan Agung dalam konteks pemulihan kerugian negara.

Ketika itu, kata dia, Kejaksaan Agung mengklaim sekian triliun sudah masuk ke kas negara namun temuan ICW jumlahnya berbeda. 

Baca juga: Menjawab Somasi Moeldoko, ICW Diminta Tak Bersikap Arogan

Temuan tersebut kemudian disampaikan sampaikan secara terbuka ke masyarakat.

Namun di waktu yang sama, dilaporkan ke kepolisian. 

"Mungkin teman-teman ingat kasus Mas Emerson (Emerson Yuntho) dan Mbak Lin (Illian Deta Artha Sari) saat itu. Itu satu contoh laporan polisi," kata dia.

Contoh kedua adalah ketika ICW dan masyarakat sipil mengkritik proses seleksi calon pimpinan KPK pada 2019.

Akan tetapi, kata dia, tiba-tiba Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan delik pencemaran nama baik.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini