TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo tidak memungkiri bahwa Indonesia masih lemah dalam konteks kemandirian industri obat, vaksin Covid-19, dan alat-alat kesehatan (alkes) di saat pandemi Covid-19 sudah berjalan hampir dua tahun di dalam negeri.
Hingga kini pemerintah pun masih mencari solusi guna memecahkan masalah tersebut.
"Masih menjadi kelemahan serius yang harus kita pecahkan," kata Presiden Jokowi saat membacakan pidato kenegaraan di Gedung Parlemen Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.
Namun di sisi bersamaan, kata Jokowi, pandemi juga telah mempercepat pengembangan industri farmasi di dalam negeri, termasuk pengembangan vaksin merah putih dan juga produksi oksigen.
Baca juga: Ivermectin Jadi Rekomendasi Dokter Jepang Menyembuhkan Penyakit Corona
Dia pun mewanti-wanti agar jangan ada satu pun pihak yang mempermainkan misi kemanusiaan Covid-19 di dalam negeri.
"Untuk kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan harga obat akan terus kita jamin. Tidak ada toleransi sedikitpun terhadap siapapun yang mempermainkan misi kemanusiaan dan kebangsaan ini," tuturnya.
Anggota DPR Rahmad Handoyo dari Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan, pemerintah harus memberi peluang yang sama kepada perusahaan farmasi swasta nasional dan BUMN untuk memproduksi obat yang dibutuhkan negara.
"Ingat, perusahaan swasta juga penopang ekonomi nasional. Saya kira jika industri farmasi swasta di luar BUMN bisa tumbuh besar, saya kira yang untung adalah bangsa kita," kata dia kepada awak media, Rabu (18/8/2021).
Menurutnya, tidak mungkin penanganan Covid-19 saat ini hanya dilakukan oleh pemerintah, namun harus mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat, termasuk dalam penyediaan obat-obatan.
"Soal obat-obatan, kita dorong kepada pemerintah untuk jenis obat tertentu seperti obat antivirus, bisa diproduksi di Indonesia sehingga kita tidak terlalu tergantung pada obat impor dari luar negeri. Itu menjadi salah satu solusinya," kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah ini.
Dia mengatakan parlemen akan mendorong perusahaan farmasi di luar BUMN untuk bisa memproduksi obat-obatan di dalam negeri.
"Ketika perusahaan farmasi swasta mampu memproduksi kebutuhan obat-obatan dalam negeri justru kita sambut baik."
Menurutnya, siapapun pihak yang mampu memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan negara untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini harus disambut baik.
Industri farmasi dalam negeri, baik BUMN maupun swasta harus dipercepat dalam perizinan, tidak dihambat sehingga dapat meningkatkan produktifitas untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri.
"Kita harus fair siapapun perusahaan farmasi yang bisa memproduksi obat dan multivitamin yang dibutuhkan rakyat, silahkan saja. Rakyat akan senang, pemerintah akan senang, dan industri juga akan tumbuh," ucapnya.
Terkait penyegelan PT Harsen, salah satu industri farmasi lokal yang memproduksi obat Ivermectin, Rahmad Handoyo mendukung langkah BPOM tersebut.
Namun dia mengingatkan, semua pihak harus diberi hak untuk memproduksi Ivermectin.
"Kalau kemarin itu ada masalah antara BPOM dengan PT Harsen soal Ivermectin, tentu itu ranahnya BPOM. Tapi syukurlah itu sudah selesai dan PT Harsen harus diperbolehkan kembali memproduksi. Tentu tak hanya Indofarma atau Kimia Farma, PT Harsen juga harus diberi hak untuk memproduksi Ivermectin atau obat-obat Covid-19. Menurut saya harus ada asas kesamaan," katanya.
Namun dia mengingatkan, karena ini bukan obat bebas, tentu tidak bisa semua orang bisa mengkonsumsi tanpa pengawasan dari dokter.
"Jangan sampai obatan-obatan keras seperti Ivermectin bisa dibeli bebas tanpa resep dokter," ujar Rahmad.
Senada dengan Rahmad Handoyo, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Nasdem, Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan berkaitan dengan ketersediaan obat Covid-19, saat ini kerja pemerintah belum maksimal.
Dia memberi contoh saat Presiden Jokowi melakukan inspeksi obat-obatan ternyata tidak tersedia obat di beberapa apotik.
"Nah, ini tidak boleh terjadi apalagi pada situasi pandemi. Masyarakat harus memastikan bahwa obat selalu tersedia sehingga mereka bisa mendapatkan perawatan," ujarnya.
Menurutnya pemerintah harus memberikan dukungan kepada semua pihak termasuk swasta untuk memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat tapi dengan catatan harus lewat SOP dan tentu di bawah pengawasan BPOM karena ini menyangkut nyawa manusia.
"Proses perizinan dan pengawasan harus berjalan dengan seefektif mungkin karena kondisi saat ini sedang krisis dan darurat. Jangan sampai kebutuhan obat-obatan masyarakat tidak terpenuhi karena proses perizinan dan administrasi yang memakan waktu berminggu-minggu," tegasnya.