News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hati-hati Penipuan Online, Ini 5 Modus yang Biasa Diterapkan Pelaku Menurut Kominfo

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penipuan online.

TRIBUNNEWS.COM - Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A Pangerapan meminta masyarakat untuk berhat-hati dengan ragam modus penipuan online di era masa digital saat ini.

Semuel mengatakan, saat ini ruang digital memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga bisa memicu seseorang memanfaatkan kesempatan demi keuntungan pribadi.

"Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital," tutur Semuel, dikutip dari siaran pers laman Kominfo, Kamis (19/8/2021).

Ia pun menyebut ada 5 macam modus yang biasa dilakukan pelaku penipuan online ini.

Diantaranya, phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering.

Baca juga: Peringatan HUT Ke-76 RI, Menkominfo: Manfaatkan Teknologi untuk Berbagi Semangat Kemerdekaan

Phising

Semuel pun menjelaskan modus penipuan berupa phising, dimana pelaku adalah oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks.

Pelaku seolah-lah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi milik orang lain.

"Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya. Mereka menanyakan dat-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian," jelas dia.

Untuk menghindari modus ini, masyarakat perlu teliti membaca isi pesan tersebut, apakah benar pengirimnya dari institusi resmi.

Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi dan Informatika (IST)

Baca juga: Selama Pandemi, Kemenkominfo Deteksi 1.857 Hoaks dengan 4 Ribuan Konten di Medsos

Pharming

Modus kedua adalah pharming handphone, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu, dimana entri domain name system yang ditekan atau di-klik korban akan tersimpan dalam cache.

Hal itu nantinya akan memudahkan pelaku mengakses perangkat korban secara illegal.

Contohnya, pembuatan domain seolah-olah mirip dengan asal institusi dari yang aslinya.

Kemudian, pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengksesnya secara illegal.

"Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang whatsapp-nya disadap atau diambilalih."

"Karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri," imbuh Semuel.

Baca juga: Kominfo Minta Humas Pemerintah Sajikan Konten yang Mudah Dimengerti Publik

Sniffing

Lanjut Semuel, modus sniffing ini dimana pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara illegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya.

Lalu, pelaku mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Sniffing ini, kata Semuel, paling banyak terjadi ketika kita mengakses wifi yang disediakan di tempat publik.

"Apalagi digunakannya untuk bertansaksi. Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik."

"Di situlah pelaku memanfaatkannya," tutur dia.

Ilustrasi (Istimewa)

Money Mule

Adapun modus penipuan ini, yakni pelaku meminta korbannya menerima sejumlah uang lewat rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

"Kalau di luar negeri mereka berani kliring cek, kita dapat cek tapi begitu kita periksa ternyata cek itu bodong," katanya.

Di Indonesia, menurut Semuel, biasanya pelaku akan meminta calon korban untuk membayar pajaknya terlebih dahulu.

Baca juga: Jadwal Terbaru Migrasi TV Analog ke TV Digital, Kemkominfo Menunda Proses Analog Switch Off (ASO)

Money mule ini biasanya berawal dari pelaku menanyakan calon korban, maukah dapat hadiah dengan biaya pajaknya dikirim dulu.

"Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang."

"Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini," kata Semuel.

Social Engineering

Modus kelima ini, kata Semuel, pelaku akan memanipulasi psikologis korban.

Manipulasi itu membuat korbannya tidak sadar memberikan informasi pribadi yang penting.

Seperti, kode One-Time Password (OTP).

"Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya."

"Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” jelasnya.

(Tribunnews.com/Shella Latifa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini