News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua MPR Ajak Publik Wujudkan Kemerdekaan di Semua Sektor

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan, makna kemerdekaan saat ini tidak hanya lepas dari belenggu penjajahan.

Spektrum makna kemerdekaan sangat luas.

Sebab, kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini menjelaskan, kemerdekaan dari kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia.

Jumlah penduduk miskin Indonesia per bulan Maret 2021 menurut data BPS adalah sebesar 27,54 juta orang atau meningkat 1,12 juta dari Maret 2020.

"Dengan pandemi COVID-19 yang masih membayangi tentunya angka ini masih mungkin berpotensi naik. Di mana angka pengangguran hingga tahun 2021 diprediksi akan mencapai 12,7 juta," kata Bamsoet dalam webinar "Refleksi 76 Tahun Kemerdekaan RI: Sudahkah Kita Merdeka?" yang digelar Magister Ilmu Politik, FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jumat (20/8/2021).

Baca juga: Sejarah BPUPKI dan PPKI Menjelang Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan dari kebodohan, kata dia, hakikatnya adalah perwujudan amanah konstitusi bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Kita prihatin bahwa menurut survei yang dirilis oleh Program International Student Assessment atau PISA kemampuan pelajar Indonesia pada Desember 2019 nomor 72 dari 77 negara. Masih Tertinggal jauh dari Malaysia (urutan 56) atau bahkan dengan Singapura (urutan 2)," tambahnya.

"Kondisi tersebut cukup kontradiktif, mengingat konstitusi kita telah memberikan dukungan dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional," urai Bamsoet.

Bamsoet juga memaparkan, dari prespektif kemerdekaan terhadap keadilan, dapat dilihat indeks akses terhadap Keadilan tahun 2019 adalah sebesar 69,6 persen.

Ini mengindikasikan bahwa cita-cita Indonesia Merdeka untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat, masih menyisakan persoalan.

"Kondisi ini juga tergambar dari rendahnya jumlah advokat terdaftar di Indonesia, yang hingga pertengahan 2019, diperkirakan jumlahnya hanya sekitar 50.000. Atau kurang dari 1 persen dari jumlah penduduk," jelas Bamsoet.

Sementara, dalam dialog publik ini, pakar politik dari LIPI dan juga pengajar Magister Ilmu Komunikasi FISIP UMJ Prof Dr Siti Zuhro mengangkat sejumlah isu kemunduran dalam demokrasi di Indonesia setelah 76 tahun Indonesia merdeka.

Prof Siti Zuhro kemudian menawarkan sejumlah formula perbaikan dalam penataan sistem pemerintahan seperti penyempurnaan sistem demokrasi presidensial, menata ulang mekanisme dan persyaratan pasangan calon presiden/wakil presiden dan juga pelembagaan koalisi atas dasar platform politik yang permanen.

Sedangkan Rektor UMJ Ma'mun Murod yang hadir dalam acara tersebut memaparkan, pemimpin harus tegas kembali ke Pancasila, kembali ke nilai-nilai Ketuhanan.

"Kita itu sebenarnya bukan negara agama tetapi negara agamis. Itu tegas dimunculkan di dalam sila yang pertama. Kemudian selain ketaatan kepada pemimpin juga ada ketaatan kepada Allah," katanya.

Merdeka itu ya harus ada didalamnya persamaan egaliter, ada persamaan di dalamnya antara kaya-miskin, kopral-jenderal orang yang harta banyak dengan yang punya harta sedikit.

"Itu ada persamaan didepan hukum persamaan dalam pelaku tidak boleh ada diskriminasi," jelas Rektor UMJ.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini