TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh turut menanggapi soal wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Paloh menilai, wacana tersebut harus didahului dengan bertanya kepada masyarakat dan tidak boleh hanya pendapat dari MPR.
Hal itu disampaikan Surya Paloh dalam Dialog Kebangsaan dalam memperingat 50 tahun CSIS Indonesia melalui virtual, Senin (23/8/2021).
"Bagi Nasdem kenapa harus terbatas? Kalau mau terbatas, tanya dulu sama masyarakat kalau mau amendemen," ucap Paloh.
Sebagai Ketum NasDem, pihaknya menegaskan bahwa suara masyarakat perlu terlebih dahulu didengar oleh MPR sebelum menentukan kebijakan itu.
Baca juga: Perlu Ada Sumpah dari Presiden dan Pimpinan MPR Agar Amandemen UUD 1945 Tak Melebar dari PPHN
Sehingga, bila mayoritas publik tidak menginginkannya, lebih baik wacana tersebut tak direalisasikan.
Begitu juga, jika amandemen tersebut justru masyarakat menginginkannya dilakukan secara penuh.
"Kalau memang tidak berani ke sana, sebaiknya jangan amendemen itu," tegas Paloh.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan diperlukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional.
Hal itu untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keberadaan PPHN yang bersifat filosofis, lanjut Bamsoet, menjadi penting untuk memastikan potret wajah Indonesia di masa depan.
Bamsoet menilai masa depan penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.
Baca juga: Pidato Bambang Soesatyo Dalam Sidang Tahunan Direspon Positif Anggota MPR
Demikian disampaikan Bamsoet dalam pidato pengantar Sidang Tahunan MPR RI, Senin (16/8/2021).
"Keberadaan PPHN yang bersifat arahan dipastikan tidak akan mengurangi kewenangan Pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)," kata Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.
Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat elektoral.
"PPHN akan menjadi landasan setiap rencana strategis pemerintah seperti pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut, tol langit, koneksitas antar wilayah, dan rencana pembangunan strategis lainnya," ujarnya.