"Menyatakan bahwa subjek belum ditemukan dalam data perlintasan di negara mereka," ujar dia.
Adapun red notice terhadap Harun Masiku telah terbit sejak sebulan yang lalu. Nama eks politikus PDIP itu pun telah masuk ke dalam daftar buron terhadap 194 negara yang tergabung interpol.
Amur mengakui bahwa permohonan penerbitan red notice kepada markas besar Interpol di Lyon, Prancis, memang diminta mengisi salah satu kolom permintaan dipublish atau tidak.
Dalam kasus ini, kata dia, permintaan untuk tidak dipublikasikan red notice eks politikus PDI Perjuangan (PDIP) di situs resmi interpol merupakan hasil gelar perkara antara penyidik KPK, Kejaksaan RI maupun internal interpol Indonesia.
"(Yang minta tidak dipublish) penyidiknya bersama-sama kita pada saat gelar perkara. Jadi itu ada contengan 2 pilihan. Jadi sebenernya dipublish atau tidak, tidak menjadi suatu hal krusial bagi penyidik. Karena bagi kami interpol data itu sudah tersebar ke seluruh negara," kata Amur.
Menurutnya, nama Harun Masiku tetap masuk ke dalam jaringan interpol yang disebar ke 194 negara meskipun tidak masuk situs resmi interpol.
Dia menyebut permintaan agar nama Harun Masiku dipublish hanya memperlambat.
"Contohnya kita minta dipublish, nanti Interpol Lyon begitu tahu kita dipublish, mereka akan bertanya kembali kepada kita. Kenapa ini minta dipublish, apakah ini perkara yang sangat besar dan memerlukan penanganan yang segera, banyak nanti yang akan tiktoknya, akan pertanyaan yang berulang kembali dari Interpol Lyon. Sedangkan kita yang inginkan adalah percepatan," jelasnya.
Tak hanya itu, kata dia, alasan nama Harun Masiku tak dipublish di situs resmi interpol lantaran ingin menjaga kerahasiaan agar tak ada kejadian yang tidak diinginkan.
"Kita inginkan adalah kerahasiaan, kalau masyarakat umum melihat itu kita khawatirnya juga ada sesuatu hal yang bisa dibikin-bikin. Bisa mengambil dari website itu, kemudian bisa memanfaatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi kita pilih tidak dipublish dan itu sudah masuk dalam servernya atau komunikasinya I247 itu 194 negara," ujar dia.
Baca juga: NCB Interpol Indonesia: Red Notice Harun Masiku Telah Terbit Sebulan yang Lalu
Lagi pula, menurut Amur, banyak negara yang juga tidak mempublish para buronannya di situs interpol. Sebaliknya, hal ini tidak menjadi krusial dalam penyidikan.
"Dipublish itu hanya untuk efek orang melihat secara umum saja. Tidak ada esensi terhadap penyidikan. Hampir semua negara anggota interpol tidak publish tersangkanya tapi langsung direct tersangka atau red notice ke seluruh anggota melalui jalur Lyon," ujarnya.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan buronan KPK dalam kasus suap PAW calon anggota DPR periode 2019-2024.
Ia dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, supaya bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Harun diduga menyiapkan uang sekira Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Sebelumnya, menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), setidaknya Harun Masiku telah menjadi buronan KPK selama 500 hari.