Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Perikanan Indonesia (Persero) menegaskan untuk berkomitmen menaati dan menghormati segala proses hukum yang sedang berjalan sesuai tata kelola perusahaan yang baik.
Hal tersebut dikatakan Perseroan merespon terbitnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) Tahun 2016-2019.
Baca juga: Selisik Kasus Korupsi, Kejagung Periksa Tiga Pejabat Perum Perindo
Surat Perintah Penyidikan tersebut diterbitkan oleh Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
Corporate Secretary PT Perikanan Indonesia, Boyke Andreas mengatakan, perseroan akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Sesuai GCG (good corporate governance), kami mengikuti proses hukum yang berjalan. Kami menghormati ini semua karena Indonesia adalah negara hukum,” ucap Boyke, Selasa (24/8/2021).
Baca juga: Perkuat Rantai Pasok Keamanan Pangan, KKP dan KIP Jajaki Potensi Kerjasama Perikanan
Perseroan menegaskan, telah berusaha semaksimal mungkin menaati hukum dengan menjalankan bisnis perusahaan sesuai tata kelola perusahaan yang baik.
Sebagai informasi sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dugaan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait pengelolaan keuangan dan usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016-2019.
Penerbitan Sprindik melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sejak Senin 2 Agustus 2021 lalu. Sprindik ditandatangani Direktur Penyidikan Supardi atas nama Jampidsus.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan permasalahan ini.
Pada 2017 Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) atau hutang jangka menengah.
MTN ini merupakan salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek. Adapun prospek yang dijual adalah penangkapan ikan.
Kemudian, perusahaan mendapatkan dana MTN sebesar Rp200 miliar yang cair pada tahun 2017 lalu.
Dalam keterangannya, Leonard mengatakan, MTN yang diterbitkan pada 2017 sebesar Rp200 miliar, dimana Perum Perindo menggunakan sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan.
Dan hal tersebut dalam hitungan Kejagung, bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan pada 2016 sebesar kurang lebih Rp223 miliar meningkat menjadi kurang lebih Rp603 miliar di tahun 2017. Kemudian, mencapai nilai kurang lebih Rp1 triliun di 2018.
Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan. Pencapaian dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah.
Dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
Menurut Leonard, kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181,19 miliar.