TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengakui dirinya sering dituduh “Terlalu Amerika” atau “Amerika Banget” lantaran pemikirannya tentang reformasi TNI dan latar belakang pendidikannya di Amerika Serikat.
Menurut Agus, orang boleh saja menuduh, tetapi harus punya argumentasi yang mendasar. Menghadapi tuduhan seperti itu, Agus biasa mengajak si penuduh untuk berdiskusi. Kisah ini diangkat dalam buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out of the Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang diluncurkan Rabu (25/8).
Sepanjang karirnya, Agus adalah perwira militer yang sering mendapat penugasan ke luar negeri. Setidaknya ada dua perwira militer Indonesia yang pemikirannya dianggap “Terlalu Amerika” yakni: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Widjojo.
Keduanya memang banyak mendapat tugas studi di Amerika Serikat. Begitu lulus Akabri 1970, Agus langsung menyabet predikat Siswa Internasional Terbaik US Army Infantry Officer Basic Course 4-71 di Fort Benning pada tahun 1971.
Baca juga: Gubernur Lemhanas Agus Widjojo: Independen adalah Memiliki Kebebasan Berpikir
Sementara itu, SBY mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, Amerika Serikat, pada 1982-1983 dan Airbone and Ranger Course, Fort Benning, Amerika Serikat, 1976. Agus juga mengikuti pendidikan Infantry Officer Advanced Course 2-79.
Selanjutnya, Agus menempuh pendidikan US Army Command and General Staff College Fort Leavenworth di Amerika Serikat pada 1988 sekaligus mengambil Master of Military Art and Science (MMAS).
Dia kembali meninggalkan Indonesia beberapa tahun kemudian untuk melanjutkan studi mengambil Master of Science in National Security (MScNS), di National Defense University, Washington DC dan menyelesaikannya pada 1994. Ketika itu, dia sekaligus menempuh studi Master of Public Administration (MPA) di George Washington University, Washington DC, Amerika Serikat.
Terkait tuduhan dirinya “Terlalu Amerika” itu, Agus menjelaskan bahwa semua yang ia sampaikan berdasarkan logika. “Argumentasi yang saya lontarkan tidak asal mencontoh dan argumentasi itu berdasarkan konstitusi,” katanya.
Baca juga: Tanggapan SBY Atas Buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out of the Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo
“Tidak ada sesuatu hal yang saya sarankan berasal dari luar konstitusi.” Sayangnya, kendati Agus membuka pintu, orang kerap enggan diajak berdiskusi.
Berdasar ilmu yang diperoleh, Agus menyampaikan bahwa elemen pokok dalam perkembangan dan pengetahuan di dunia ini bersifat universal yaitu berpikir kritis. Sebagai contoh, bila bila hanya mau melihat sejarah militer Indonesia menang tanpa mau membahas fakta militer Indonesia yang sesungguhnya.
Menurut Agus, itu adalah awal persoalan. Jadi persoalan utamanya, tidak mengembangkan cara berpikir kritis untuk mendapatkan akar permasalahan. Orang semakin memiliki kemampuan berpikir kritis apabila mempunyai fondasi pengetahuan dan kekayaan perbandingan yang kuat.
Agus menambahkan, bila sebuah institusi hanya sekadar mengirim orang tanpa tahu tujuannya, maka sia-sia saja. “Kalau dia tidak tahu apa yang dicari, ya percuma,” kata Agus. Studi banding, menurut Agus, merupakan cara untuk mencapai kemajuan.
“Tidak ada orang atau bangsa bisa maju tanpa studi banding,” ujarnya. Setelah melaukkan studi secara komprehensif, barulah temuan disatukan. Bagaimana keterkaitan bidang-bidang di negara lain, lalu mencari kesamaan apa yang ada di sana?
Bisakah diterapkan? Apakah faktor yang ada di tempat lain sama dengan yang kita miliki? Kalau faktornya sama, tentu bisa diterapkan; kalau berbeda, berarti perlu improvisasi.