TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi berat kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Dewas KPK menyatakan Lili terbukti melanggar etik dan pedoman perilaku lantaran menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK dan berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.
Padahal, KPK sedang mengusut dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai yang menyeret nama Syahrial.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, pihaknya tidak akan meneruskan pelanggaran kode etik Lili ke ranah pidana.
"Apakah nanti Dewas akan menyampaikan? Oh tidak. Dalam putusan kami tidak sampaikan seperti itu. Kalau dibaca putusan secara baik-baik itu jelas kami sampaikan kami tidak masuk dalam area perbuatan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," kata Tumpak saat jumpa pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, usai pembacaan putusan, Senin (30/8/2021).
Baca juga: MAKI: Sebaiknya Lili Pintauli Siregar Mundur dari KPK
Tumpak menerangkan, dalam kasus ini, Lili mengakui perbuatannya tapi memang tidak menyesal.
Hal itu karena Lili tidak merasa bersalah atas apa yang sudah dilakukannya.
"Saya sampaikan bahwa yang bersangkutan mengakui perbuatannya, satu lagi, tidak menyesal. Itu dua hal yang berbeda. Perbuatannya diakui tetapi tidak ada penyesalan terhadap perbuatan itu. Saya pikir Anda bisa bedakan itu, ada dua hal yang berbeda, perbuatan diakui tetapi tidak ada penyesalan. Mungkin merasa bahwa itu tidak salah sehingga tidak menyesal," ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai perbuatan Lili yakni berhubungan dengan pihak yang beperkara dengan KPK merupakan pelanggaran berat kode etik KPK.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
"Dewas hanya menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. Sanksi ini sangat ringan, apalagi hanya pemotongan gaji pokok," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (30/8/2021).
"Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap penghasilan bulanan," imbuhnya.
Zaenur menegaskan, sanksi yang layak didapatkan Lili Pintauli Siregar adalah diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas 02/2020.
"Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara," urainya.
"Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo Uu 19/2019 tentang KPK. Pasal ini melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun," tambahnya.
Zaen menjelaskan, menurut Pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara.
"Mengapa berhubungan dengan pihak berperkara menjadi perbuatan terlarang di KPK? Karena dapat menjadi pintu masuk jual beli perkara atau pemerasan oleh insan KPK. Misalnya yang pernah dilakukan eks penyidik KPK Suparman atau eks penyidik KPK Robin," jelasnya.
"Perkara juga menjadi rawan bocor kepada pihak luar jika ada hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara. Sehingga KPK akan sulit menangani perkara tersebut, bahkan perkara bisa berujung gagal ditangani," sambungnya.