TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lili Pintauli Siregar dinyatakan terbukti bersalah melanggar etik oleh Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lili dinilai terbukti melanggar kode etik terkait dengan penyalahgunaan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara yakni Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.
Wakil Ketua KPK itu kemudian dihukum dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.
”Menghukum terperiksa (Lili Pintauli Siregar) dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” kata ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (30/8/2021).
Mengacu pada aturan mengenai gaji pimpinan KPK, gaji Lili dipotong sekitar Rp 1,85 juta per bulan.
Aturan mengenai gaji pimpinan KPK tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
Dalam aturan itu disebut gaji pokok Wakil Ketua KPK sebesar Rp 4.620.000.
Baca juga: Dewas KPK Ungkap Kronologi Pertemuan Lili Pintauli dengan Walkot Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial
Dengan begitu, gaji pokok Lili selama satu bulan hanya dipotong Rp 1.848.000.
Jika dihitung selama 12 bulan, gaji pokok Lili secara total dipotong senilai Rp 22.176.000.
Namun di luar gaji pokok, pimpinan KPK juga mendapatkan sejumlah tunjangan.
Wakil Ketua KPK disebut dalam aturan itu turut mendapat tunjangan jabatan sebesar Rp 20.475.000 dan tunjangan kehormatan sebesar Rp 2.134.000.
Selain itu, juga ada tunjangan perumahan Wakil Ketua KPK sejumlah Rp 34.900.000; tunjangan transportasi Rp 27.330.000; tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa Rp 16.325.000; dan tunjangan hari tua Rp 6.807.250.
Total keseluruhan tunjangan mencapai Rp 107 juta.
Baca juga: Ini Alasan Dewas KPK Tak Minta Lili Pintauli Mengundurkan Diri setelah Terbukti Langgar Kode Etik
Dari semua tunjangan tersebut, hanya asuransi kesehatan dan jiwa yang tidak diterima dalam bentuk uang karena dibayarkan ke lembaga penyelenggara asuransi.
Selain itu, tunjangan hari tua juga merupakan hak pensiun sebagai pejabat negara.
Dengan begitu total tunjangan yang diterima dalam bentuk uang tunai yang diterima sebesar Rp 84.839.000.
Bila ditambah dengan gaji pokok setelah dipotong, Lili masih bisa membawa pulang Rp 87.611.000.
Dalam putusan Dewas, Lili dinilai terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
"Terperiksa memberikan pengaruh yang kuat kepada Syahrial dan Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Zuhdi Gobel untuk membayar uang jasa saudaranya. Surat Ruri ke Direktur PDAM yang ada tembusan ke KPK diterima Zuhdi Gobel. Maka, Zuhdi membuat surat ke Dewas yaitu Yusmada untuk menyetujui pembayaran jasa pengabdian," kata anggota Majelis Etik, Albertina Ho.
"Total Rp53.334.640,00," lanjutnya.
Baca juga: Potong Gaji Pokok 40%, Lili Pintauli Masih Kantongi Rp87 Juta Per Bulan, Eks Jubir KPK: Menyedihkan
Dalam hal ini Lili terbukti melanggar prinsip Integritas sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Selain itu, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK menilai Lili juga terbukti telah berhubungan langsung dengan M Syahrial.
Padahal, Syahrial adalah orang yang berperkara di KPK.
Isi komunikasi pun membahas soal perkara.
Syahrial merupakan tersangka kasus suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
Lili Pintauli mengetahui adanya kasus Syahrial di KPK.
”Pada sekitar bulan Juli 2020, Terperiksa menghubungi saksi M. Syahrial pada saat Terperiksa melihat berkas jual beli jabatan atas nama saksi M. Syahrial di atas mejanya dengan mengatakan ’Ini namamu ada di meja, Rp200 juta bikin malu, masih kau ambil,’" ucap Albertina menirukan keterangan Lili.
"Itu perkara lama, Bu. Tolong dibantu," jawab Syahrial seperti diutarakan Albertina.
"Terperiksa jawab: Berdoalah kau," kata Albertina.
Pada bulan Oktober 2020, Syahrial kembali menghubungi Lili untuk menanyakan informasi adanya penyidik KPK yang sedang menggeledah di Labuhanbatu Utara.
Syahrial meminta bantuan Lili Pintauli mengenai perkaranya.
Baca juga: Daftar Pimpinan KPK yang Pernah Kena Sanksi Etik: Abraham Samad, Firli Bahuri, hingga Lili Pintauli
Syahrial pernah diperiksa penyelidik KPK pada November 2019. Ketika itu Lili belum menjadi pimpinan KPK.
Namun, tiga pimpinan KPK menyatakan bahwa pada tahun 2020, tidak pernah ada catatan atau berkas terkait kasus jual beli jabatan yang menyangkut Syahrial.
Lili tidak menjelaskan bagaimana dia bisa mendapatkan catatan soal perkara itu.
Syahrial baru dijerat sebagai tersangka pada April 2021.
Namun, komunikasi dengan Lili dengan jelas menyatakan bahwa yang dibahas ialah terkait perkara.
Terlebih, Lili Pintauli kemudian memberikan nomor pengacara Fahri Aceh kepada Syahrial.
Kala itu, Syahrial merasa tim penyidik KPK akan bertandang ke Tanjungbalai setelah melakukan penggeledahan di Labuanbatu Utara.
"Hubungan komunikasi antara Terperiksa dan saksi M Syahrial sebagai seseorang yang perkaranya sedang ditangani KPK cukup intens dan ada upaya Terperiksa membantu saksi M Syahrial mengatasi perkara," kata Albertina Ho.
"Syahrial enggak berhasil menghubungi Fahri Aceh. Meski begitu, terperiksa setidaknya telah berupaya membantu Syahrial untuk mengatasi perkaranya terkait jual beli jabatan. Hal tersebut tidak pantas dilakukan mengingat saksi M. Syahrial perkaranya sedang ditangani KPK," lanjutnya.
Terkait ini Lili terbukti melanggar prinsip Integritas dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Majelis Etik Dewan Pengawas KPK mengungkapkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan sebelum menjatuhkan putusan.
Hal meringankan yakni Lili telah mengakui perbuatannya dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Atas vonis Dewas itu, Lili Pintauli Siregar mengaku menerima keputusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi etik berat terhadapnya.
"Saya menerima tanggapan Dewas. Saya terima dan tidak ada upaya-upaya lain. Saya terima," ucal Lili usai menjalani sidang putusan etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.(tribun network/ham/dod)