TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan tetap mengeksekusi putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dalam kasus suap bantuan sosial (bansos) COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Juliari tidak mengajukan banding dalam perkara yang membelitnya.
"Informasi dari kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (31/8/2021).
Baca juga: Sentil Mensos Risma yang Kembali Marah-marah, PKB: Mending Mundur Saja
Dengan keputusan itu, Ali berkata, status hukum terhadap Juliari kini telah berkekuatan hukum tetap.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, tambahnya, juga tak bakal mengajukan banding sebab vonis yang diterima Juliari telah berdasarkan analisa jaksa KPK.
"Oleh karena analisa yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim dan seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding," jelas Ali.
"Berikutnya, setelah tim JPU memperoleh salinan petikan putusan maka segera menyerahkan administrasi perkara kepada jaksa eksekutor KPK untuk pelaksanaan eksekusinya," imbuhnya.
Baca juga: Mensos Risma Turun Langsung ke Lumajang, Ajak Mabes Polri Tangani Bansos yang Disunat
Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara.
Ia juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.
Dalam perkara ini, Juliari selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Baca juga: Fakta Sidang Vonis hingga Hal yang Memberatkan dan Meringankan Hukuman Juliari
Uang suap itu diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020, dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.
Hakim menilai Juliari terbukti memerintahkan Matheus Joko dan Adi Wahyono untuk meminta commitment fee sebesar Rp10 ribu per paket kepada perusahaan penyedia sembako.
"Perbuatan terdakwa telah merekomendasikan dan mengarahkan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 adalah bentuk intervensi, sehingga tim teknis tidak bisa bekerja normal dan tidak melakukan seleksi di awal proses, meski perusahaan tidak memenuhi kualifikasi sebagai penyedia," ungkap anggota majelis Joko Subagyo.
Baca juga: Hinaan Masyarakat Jadi Hal Meringankan bagi Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Sorotan
Uang fee sebesar Rp14,7 miliar, menurut hakim, sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari yaitu tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso, dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.
Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos, dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.