News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Pakar Hukum: Putusan MK Soal Alih Status Pegawai KPK Sejalan dengan Sikap KSP

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo KPK.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Prof Agus Surono menyatakan bahwa Putusan MK membuktikan bahwa Pimpinan KPK dalam kebijakannya terkait masalah alih status pegawai KPK yang tidak lolos TWK adalah benar secara hukum.

Hal ini disampaikannya berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi UU KPK soal alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN), Selasa (31/8/2021),

Oleh karena itu, menurutnya, janganlah publik mempunyai opini untuk menyelesaikan persoalan itu kepada Presiden, sehingga Presiden tidak perlu dibawa-bawa untuk ikut menyelesaikan persoalan status pegawai KPK.

Prof Agus, yang merupakan guru besar ilmu hukum pada Universitas Pancasila tersebut, mengatakan bahwa sikap Presiden selama ini juga nampak sejalan sebagaimana pernyataan dan sikap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko selama ini.

Baca juga: Komnas HAM Sudah Serahkan Rekomendasi Soal TWK Pegawai KPK Kepada Jokowi

"Saya menyetujui dan menilai tepat sikap Moeldoko yang selama ini meminta para pihak serta kalangan masyarakat berhenti menarik-narik Presiden Jokowi masuk dalam kasus tersebut," ujar Prof. Agus, Kamis (2/9/21).

Menurut Agus, permasalahan permintaan pegawai KPK yang gagal dalam tahapan TWK untuk diangkat langsung menjadi ASN yang telah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan juga peraturan perundang-undangan yang terkait merupakan perbuatan yang sah dan mempunyai dasar hukum yang benar secara hukum.

"Apalagi setelah adanya putusan MK yang menolak seluruh permohonan pemohon terkait judicial review Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi ASN, membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh Pimpinan KPK sah dan dapat dibenarkan secara hukum," jelasnya.

Baca juga: Tok! MK Tolak Gugatan Pegawai KPK, Putuskan TWK Sudah Sesuai Konstitusi

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, hendaknya harus dipedomani oleh semua pihak karena putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang sifatnya final and binding, sehingga tidak boleh ditafsirkan lain lagi dan oleh karenanya semua pihak harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, termasuk masyarakat atau bahkan Presiden sekalipun.

"Karena sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945: Indonesia adalah negara hukum. Artinya setiap tindakan dari segenap elemen masyarakat harus sesuai dan berdasarkan hukum, dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi salah satunya," katanya.

Ia mengimbau kepada semua masyarakat dan juga penyelenggara negara tanpa kecuali, harus konsisten melaksanakan putusan MK tersebut.

Hal itu juga membuktikan bahwa KPK, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) telah menjalankan tugas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai amanah tindak lanjut UU KPK terkait alih status pegawai KPK.

"Justru sebaliknya apabila Presiden ikut campur ke dalam masalah tersebut dengan mengangkat langsung pegawai KPK yang tidak lulus itu menjadi ASN, maka justru Presiden dapat dikualifikasi abuse of power, antara lain melanggar UU ASN, UU KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Alih Pegawai KPK menjadi ASN,” ujar Prof Agus.

Sebelumnya, pada saat polemik tentang penonaktifan 75 pegawai KPK karena tidak lulus TWK merebak di media massa, Agus Surono konsisten menyebut bahwa apa yang dilakukan KPK adalah benar dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Keputusan Pimpinan KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab 75 pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan itu sudah berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dan aturan perundang-undangan yang berlaku," katanya pada Mei lalu.

Menurut dia, hal itu selaras dengan prinsip Presumptio Iustae Causa, yakni bahwa keputusan pimpinan KPK yang dikeluarkan tersebut harus atau selayaknya dianggap benar menurut hukum.

"Dan oleh karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya," ujar Prof Agus.

Sebagaimana diketahui, pada Selasa (31/8/2021) MK mengeluarkan keputusan yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.

Anwar mengatakan, seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, permohonan tersebut harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.

Respons KPK

Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berkata bahwa pihaknya kini tinggal menunggu hasil putusan Mahkamah Agung (MA).

Saat ini, seperti diketahui, MA tengah menguji Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Kan masih ada permohonan uji materi di MA. Ya kami juga menunggu putusan MA," kata Alex dalam keterangannya, Selasa (31/8/2021).

Sebab, dijelaskan Alex, pengujian Perkom 1/2021 di MA untuk menentukan sah atau tidaknya TWK.

Baca juga: Pimpinan KPK Disebut Tak Satu Suara Soal TWK, Istilah Seleksi Muncul di Detik-detik Akhir

KPK, lanjutnya, belum mau memberikan sikap terkait pelaksanaan TWK itu karena masih dalam gugatan di MA.

"Biar tuntas sekalian. Karena yang di MA menyangkut perkom yang menjadi dasar sah tidaknya TWK," kata Alex.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini