Dari penelitian tersebut, kami dapati bahwa dalam kurun tahun 2000-2020, di 7 wilayah tersebut terdapat 1.523 bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, badai siklon, tanah longsor, dan lainnya yang membuat terumbu karang mengalami kerusakan.
Selain itu juga ditemukan 123 bencana antropogenik di 7 wilayah tersebut yang membuat terumbu karang rusak.
Analis Kebijakan pada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Dewa Ekayana berujar perbaikan terumbu karang yang rusak akibat bencana perlu didukung mekanisme pendanaan yang berkelanjutan.
Menurutnya mekanisme keuangan dan pembiayaan atau asuransi untuk restorasi terumbu karang di Indonesia yang lebih memungkinkan adalah dengan menggunakan skema manajemen dana perwalian.
Lewat Badan Layanan Umum karena sudah didukung oleh ketentuan hukum dan regulasi yang ada.
“Siapa yang harus membayar premi asuransi terumbu karang ini? Bisa dibayar oleh negara, sebagai penerima manfaatnya. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan valuasi ekonomi terumbu karang sebagai aset negara, untuk mengetahui berapa jumlah kerugian negara jika ada bencana terhadap terumbu karang,” kata Dewa.