TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI menjadwalkan pemanggilan ulang Alex Noerdin sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan periode 2010-2019.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI Supardi mengatakan pemanggilan ulang dijadwalkan setelah mantan Gubernur Sumatera Selatan itu tidak hadir saat pemanggilan pertama pada Senin (13/9) kemarin.
"Yang bersangkutan enggak datang, minta penundaan, karena masih ada sidang DPR," kata Supardi saat dikonfirmasi, Selasa (14/9/2021).
Menurut Supardi, penyidik membutuhkan keterangan Alex Noerdin terkait sejumlah aliran dana dalam perkara dugaan korupsi PDPDE.
Namun, Supardi enggan membeberkan lebih lanjut perihal materi pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap politisi Golongan Karya (Golkar) tersebut.
Supardi menegaskan, permintaan keterangan terhadap Alex akan dilakukan pekan ini.
"Untuk memperdalam penyidikan, kami masih panggil minggu ini," tukas Supardi.
Baca juga: Dalami Dugaan Korupsi, Kejagung Periksa Eks Kepala Satuan Pengawas Internal Perum Perindo
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan 2 orang tersangka terkait tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan pada periode 2010-2019.
"Kedua tersangka yaitu CISS dan AYH," kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Rabu (8/9/2021).
CISS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021.
Dalam kasus ini, dia menjabat sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008.
Sementara itu, AYH ditetapkan tersangka berdasarkan surat nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 08 September 2021.
AYH menjabat Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa sejak 2009 sekaligus merangkap Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014.
Baca juga: Kejagung Ringkus Buronan Kasus Korupsi di RSUD Aloei Saboe
Adapun kasus dugaan korupsi ini bermula saat pemerintah provinsi Sumatera Selatan mendapatkan alokasi membeli gas bumi bagian negara dari J.O.B PT Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil And Gas Ltd. dan Jambi Merang.
Pembelian gas bumi sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel pada 2010 lalu.
"Bahwa berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel)," jelasnya.
Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN).
Leo menyebut PDPDE Sumsel membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Baca juga: Kejagung: Kasus Dugaan Korupsi Pelindo II Belum Nyata Merugikan Negara
Akibat penyimpangan itu, kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI adalah 30.194.452.79 Dollar AS yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
"Selain itu sebesar USD 63.750,00 dan Rp 2,1 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel," ungkapnya.
Adapun CISS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Sedangkan AYH ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 8 September 2021 sampai dengan 27 September 2021.
Baca juga: Jadi Tersangka Gratifikasi, Kejagung Tahan Eks Kadis ESDM Tanah Bumbu di Lapas IIA Banjarmasin
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga saat ini, penyidik masih mendalami penyidikan untuk menemukan tersangka lainnya yang diduga ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi Pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010 – 2019.