News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sate Beracun

Fakta Sidang Perdana Kasus Sate Sianida di PN Bantul

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi ungkap kasus sate beracun di Bantul di Mapolres Bantul, Senin (3/5/2021)

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Pengadilan Negeri Bantul menggelar sidang perdana kasus sate sianida.

Kasus ini sempat menghebohkan publik karena sate sianida menewaskan anak dari driver ojol di Bantul.

Sidang yang digelar pada Kamis (16/9/2021) ini dilakukan secara daring.

Baca juga: Heboh Sungai di Klaten Mendadak Berwarna Merah Layaknya Darah

Tribunnews.com merangkum sejumlah fakta selama sidang perdana digelar, berikut faktanya :

1. NA Jalani Sidang dari Rutan Wonosari

Sidang perdana kasus sate sianida digelar pada Kamis (16/9/2021) secara daring.

Terdakwa NA, menjalani persidangan dari Rutan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Aminuddin di Ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Bantul.

Sementara Jaksa Penuntut umum yaitu Sulisyadi, Ahmad Ali Fikri, Nur Hadi Yutama dan Meladissa Arwasari menghadiri sidang juga secara daring dari kantor Kejaksaan Negeri Bantul.

Agenda sidang perdana adalah pembacaan dakwaan oleh penuntut umum.

Suasana persidangan kasus sate sianida yang digelar secara daring, kamis (16/9/2021) (TRIBUNJOGYA.COM/Santo Ari)

2. JPU Dakwa NA dengan Pasal Berlapis, Ancaman Hukuman Maksimal Mati

Jaksa Penuntut Umum Sulisyadi mendakwa NA dengan pasal berlapis.

Mulai dari 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kedua subsider pasal 338 KUHP, ketiga subsider pasal 353 ayat 3 KUHP.

Kemudian lebih subsider pasal 351 KUHP atau kedua pasal 80 ayat 3 Juncto Pasal 78C Undang Undang RI nomor 35 tentang perubahan Undang-Undang 23 2002 tentang perlindungan anak atau ketiga pasal 359 KUHP.

Ancaman hukuman dari sejumlah pasal tersebut yakni maksimal hukuman mati, seumur hidup, atau 20 tahun penjara.

3. Kuasa Hukum NA Ajukan Eksepsi, Keberatan dengan Pasal Pembunuhan Berencana

Menanggapi dakwaan tersebut, penasihat hukum terdakwa, Wanda Satria dan timnya yang hadir di PN Bantul mengajukan keberatan.

"Kami, demi kepentingan pembelaan terdakwa NA mengajukan eksepsi keberatan," ujarnya.

Ditemui usai sidang, Wanda Satria Atmaja, mengaku bahwa ia dan timnya akan mengajukan keberatan terutama terkait Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Menurutnya, pembunuhan berencana terjadi apabila sasarannya jelas dan yang menjadi sasaran meninggal dunia.

Sementara dalam kasus ini sasaran utama yaitu T tidak meninggal dunia.

"Tapi di sini tidak. Saudara T tidak meninggal dunia pada posisi itu," katanya.

Dia mengaku, tim akan mencermati kombinasi pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Meski pihaknya juga mengakui dakwaan memang menyulitkan untuk pihaknya melakukan pembelaan.

"Nanti lebih jelasnya di persidangan kita buka semua," ungkapnya.

Adapun pada 27 September mendatang, sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan nota keberatan dari penasehat hukum.

Baca juga: Selama 15 Menit Sungai di Klaten Berwarna Merah, Kepala Desa Cari Tahu Penyebabnya

4. Jogja Police Watch (JPW) Minta KY Pantau Sidang Sate Sianida

Lebih lanjut, pada Rabu (15/9/2021) kemarin Jogja Police Watch (JPW) secara resmi mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Komisi Yudisial (KY) dengan tembusan Ketua Pengadilan Negeri Bantul DIY.

Kadiv Humas Jogja Police Watch, Baharuddin Kamba mengungkapkan bahwa isi surat tersebut perihal permohonan pemantauan persidangan kasus sate sianida dengan terdakwa NA.

Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan urgensi mengapa Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia perlu melakukan pemantauan terkait persidangan perkara sate beracun ini.

"Pertama, kasus ini menjadi perhatian publik DIY karena mengakibatkan seorang anak dari pengemudi sepeda motor ojek online bernama NFP meninggal dunia (salah sasaran) karena diduga target sate beracun tersebut adalah Aiptu T," ujarnya.

"Kedua, supaya tidak ada lagi hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) serta peradilan semakin bersih dan baik. Terakhir, independensi hakim dalam perkara ini tetap terjaga," imbuhnya.

Praktisi Hukum Sebut Kasus Sate Sianida Bukan Pembunuhan Berencana, Begini Penjelasannya

Kasus sate bersianida yang salah sasaran dan menewaskan seorang bocah di Bantul ramai dibicarakan oleh publik.

Adapun NAN (25), pengirim takjil berupa sate bersianida awalnya berusaha mengirimkan makanan tersebut secara offline melalui ojol kepada mantannya yakni T. Motifnya karena T meninggalkan NAN dan menikah dengan wanita lain.

Terkait hal ini, praktisi hukum Ricky Vinando bersikeras bahwa Polda DIY keliru jika menerapkan Pasal 340 KUHPidana tentang pembunuhan berencana dalam kasus sate bersianida.

"Tidak ada pembunuhan berencana dalam kasus sate bersianida, ini clear, karena kan pertanyaan hukumnya, sate lontong beracun sianida itu disiapkan tersangka untuk siapa dan apa dia mati? untuk T kan dan faktanya T tidak mati, karena kan si pria, T yang menjadi target supaya memakan sate lontong beracun sianida justru menolak sate lontong yang dikirim tersangka melalui seorang tukang ojek via offline dengan alasan tidak kenal pengirim sate lontong itu," ujar Ricky, kepada wartawan, Kamis (6/5/2021).

"Karena ditolak oleh T yang menjadi target, sate lontong itu diminta supaya dibawa pulang saja oleh driver dan dimakan oleh anak driver ojek yang kemudian tewas. Artinya ini bukan pembunuhan berencana. Belum ada akibat matinya si target, jadi belum ada pembunuhan berencana," imbuhnya.

Baca juga: Wakapolsek Wonosari Datangi Lokasi Air Sungai di Klaten yang Mendadak Berwarna Merah 

Ricky menjelaskan bahwa pembunuhan berencana ditilik dari semua putusan pengadilan yang ada, target pembunuhan haruslah dinyatakan tewas. Dalam hal ini target dari tersangka adalah T, yang hingga saat ini tidak tewas. Sehingga yang terjadi dalam kasus sate bersianida adalah baru percobaan pembunuhan berencana.

"Dalam kasus ini, otomatis matinya anak driver itu bukan pembunuhan berencana karena bukan keinginan tersangka, jadi tidak ada mens rea sama sekali sekalipun anak itu mati. Karena dia (tersangka) tak ada niat, tak ada motif apa pun karena targetnya adalah pria itu, tapi pria itu menolak sate lontong itu. Jadi sangat keliru menjerat dengan pasal pembunuhan berencana," kata Ricky.

Menurutnya, dalam kasus sate bersianida ini akan lebih tepat jika disebut sebagai percobaan pembunuhan berencana. Apalagi banyak putusan pengadilan mengenai percobaan pembunuhan berencana, dimana target tidak mati dan berhasil menghindar atau selamat dari rencana jahat pelaku yang merencanakan pembunuhan terhadap calon korbannya.

"Semua putusan pengadilan, kalau yang ditarget gagal dimatikan, itu percobaan pembunuhan berencana. Contoh putusan pengadilan kasus percobaan pembunuhan berencana di Jalan Boulevard Gading Raya, pada 13 September 2019 yang dilakukan Yuliana bersama selingkuhannya. Yuliana sudah mencampur racun sianida ke minuman suaminya namun gagal karena tak tega. Lalu pake skenario kedua, menyuruh pembunuh bayaran bunuh suaminya, tapi gagal juga karena suaminya berhasil selamat dengan kabur mengendarai mobilnya", tambah Ricky.

Sehingga apabila kepolisian menerapkan Pasal 340 KUHPidana, Ricky menilai hal itu terlalu dipaksakan dan janggal. Kecuali target tersangka dalam hal ini T mengkonsumsi sate bersianida tersebut dan tewas.

Yang terjadi dalam kasus ini tak lebih dari percobaan pembunuhan berencana yang tidak berhasil merenggut nyawa atau target dari tersangka.

"Jadi ancaman pidananya bukan pidana pidana mati atau pidana penjara seumur hidup melainkan paling lama 15 tahun penjara. Tidak membela pelaku itu ya, cuma meluruskan saja, begini hukumnya percobaan pembunuhan berencana. Karena ini jelas baru percobaan pembunuhan berencana, dan bukan telah terjadi pembunuhan berencana," jelas Ricky.

"Dengan percobaan pembunuhan berencana terhadap pria yang jadi target tersangka, maka Pasal 53 KUHP jo 340 KUHP dan karena anak itu mati maka Pasal 338 KUHP atau Pasal 80 UU Perlindungan Anak lah yang bisa dikenakan, 15 tahun paling lama, bukan pidana mati ya. Karena anak driver ojek mati akibat menyantap sate lontong dari tersangka yang ternyata sudah dicampur dengan sianida. Jadi, ini harus diluruskan tidak benar sudah terjadi pembunuhan berencana," tandasnya.

Sakit Hati Jadi Motif di Balik Pengiriman Sate Beracun di Bantul

Kepolisian akhirnya menangkap wanita misterius pengirim sate beracun yang menewaskan bocah 8 tahun di Bantul, Yogyakarta.

Pelaku diketahui berinisial NA (25), yang tercatat sebagai warga Majalengka, Jawa Barat.

Direskrimum Polda DIY, Kombes Pol Burkhan Rudy Satria, mengatakan pelaku ditangkap di kediamannya di Potorono.

"Setelah kami lakukan penyelidikan selama empat hari, akhirnya kami bisa mengungkap pengirim makanan. Tersangka ditangkap Jumat (30/04/2021) di Potorono, di rumahnya," kata Kombes Pol Burkhan Rudy Satria saat jumpa pers di Mapolres Bantul, Senin (03/05/2021).

NA, tersangka kasus sate beracun di Bantul, Yogyakarta menjalani rekonstruksi di Mapolres Bantul, Senin (7/6/2021). (TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari)

Ia menyebut kandungan racun yang ada pada bumbu sate tersebut adalah kalium sianida (KCN).

Racun tersebut memang sengaja ditaburkan oleh tersangka pada bumbu sate.

Racun tersebut dibeli tersangka secara daring.

"Makanya kami sebut ini sebagai pembunuhan berencana. Karena racun tersebut sudah dibeli sejak tiga bulan lalu. Selain itu dia sengaja memesan ojek online tanpa aplikasi, karena dianggap lebih aman. Tersangka mengaku tidak memiliki aplikasi saat memesan," katanya.

Baca juga: Penjelasan Ahli Forensik Tentang Reaksi Tubuh Saat Terpapar Kalium Sianida dan Gejalanya

Terkait motif pembunuhan, ia menyebut tersangka merasa sakit hati kepada Tomy, sosok asli yang seharusnya menerima paket sate beracun tersebut.

Tersangka mengaku sakit hati karena Tomy menikah dengan perempuan lain.

Saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan, sebab tersangka masih banyak diam saat pemeriksaan.

"Masih kami dalami, apakah nanti ada tersangka lain, kami masih mendalami," katanya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman pidana mati atau seumur hidup atau paling lama 20 tahun.

Kronologi Kejadian

Peristiwa bermula saat Bandiman yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online sedang beristirahat di sekitar Masjid daerah Gayam, Yogyakarta, Minggu (25/4/2021) .

Ketika sedang beristirah, tiba-tiba datang seorang perempuan muda datang menghampiri Bandiman bermaksud meminta tolong mengantarkan paket takjil.

Dari pengakuan Bandiman, perempuan itu berciri-ciri masih muda, berkulit putih, dengan tinggi sekitar 160 cm dan mengenakan hijab dan baju berwarana krem.

"Dia mengatakan bahwa tidak punya aplikasi, dan meminta mengirimkan paket takil ke seseorang bernama Tomi di Villa Bukit Asri, Sembungan, Kasihan, Bantul," ujarnya saat ditemui, Selasa (27/4/2021) dilansir dari Tribunjogja.com.

Bandiman pun menyanggupi permintaan tersebut.

Perempuan itu pun menanyakan berapa tarif untuk mengantarkan paket berisi sate dan snack tersebut.

"Saya minta Rp 25 ribu, lalu saya dikasih Rp30 ribu. Saya juga minta nomor HP orang yang dituju. Dan minta nama si pengirim, dia mengatakan bahwa pengirim atas nama Hamid dari Pakualaman," ujarnya.

Direskrimum Polda DIY, Kombes Pol Burkhan Rudy Satria (putih) memberikan keterangan terkait kasus sate maut di Mapolres Bantul, Senin (03/05/2021) (Christi Mahatma Wardhani/Tribun Jogja)

Bandiman pun mengantarkan paket tersebut.

Namun, sesampai di alamat yang dituju, rumah orang yang bernama Tomi tersebut terlihat sepi.

Bandiman pun berusaha menghubungi Tomi.

"Setelah saya hubungi, benar yang mengangkat bernama Tomi dan alamatnya juga benar. Tapi dia mengatakan bahwa tidak merasa memiliki teman yang bernama Hamid di Pakualaman. Lalu Tomi mengatakan bahwa paket tersebut untuk saya saja untuk berbuka puasa," katanya.

Lantas Bandiman pun membawa pulang paket makanan tersebut ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, ia bertemu dengan anaknya, NFP yang baru pulang dari masjid.

NFP membawa bungkusan nasi gudeg untuk berbuka puasa.

"Kebetulan anak saya tidak begitu suka gudeg, anak saya memberikan gudeg ke saya itu dan memilih sate yang saya bawa. Tapi saya sempat makan dua tusuk sate, anak saya yang besar juga, tapi tidak merasakan apa-apa."

"Anak saya kemudian disuapin istri saya, pakai lontong dengan bumbu sate. Tiba-tiba anak saya mengeluh pahit dan panas. Lalu lari ke kulkas untuk minum, tapi sampai dapur dia terjatuh, istri saya mutah-mutah," katanya.

Melihat anaknya tak sadarkan diri, Bandiman pun langsung melarikan anaknya ke RS Wirosaban.

Sayangnya, NFP sudah tak tertolong lagi.

"Sudah meninggal pas perjalanan ke rumah sakit. Tapi hasil pemeriksaan di laboratorium itu," katanya.

Tersangka Pengiriman Sate NA di Mapolres Bantul Senin (3/5/2021) (KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)

Menurut dia, di perjalanan NFP sempat mengeluarkan buih dari mulutnya.

"Ditangani sekitar seperempat jam, mengatakan sudah tidak tertolong lagi. Kalau kata dokter itu positif kena racun, tapi racunnya apa masih menunggu hasil lab," ujar dia.

Istri Bandiman yang bernama Titik Rini (43) juga mengeluhkan hal yang sama, ia sempat memutahkan sate tersebut.

Titik juga sempat mendapat perawatan dokter dan keadaannya berangsur membaik dan diperbolehkan pulang pada Minggu malam.

Atas kasus tersebut, Bandiman melapor ke kepolisian.

"Kami berharap kasus ini benar-benar sampai tuntas karena ini sudah merenggut nyawa anak saya. Jangan sampai ini terulang pada driver-driver yang lain," katanya.

Akhirnya NFP pun dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 18.15 WIB.

Kepolisian pun menindaklanjuti peristiwa tersebut dengan mengumpulkan keterangan saksi dan barang bukti, termasuk mencari rekaman CCTV untuk melacak orang yang mengirim sate beracun tersebut.

Sasar anggota Polisi

Diduga NFP menjadi korban salah sasaran dari paket sate beracun tersebut.

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara kepolisian, sasaran utama pengirim paket sate beracun tersebut adalah penyidik senior di jajaran Satreskrim Polresta Yogyakarta.

Hal itupun dibenarkan Kasubbag Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana Raharja, kepada Tribun Jogja, Minggu (2/5/2021).

Ia menjelaskan, penyidik yang dimaksud berinisial T berpangkat Aiptu, dan kini masih berstatus sebagai penyidik senior di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Yogyakarta.

"Betul, yang bersangkutan adalah penyidik senior di Reskrim Polresta Yogyakarta, pangkatnya Aiptu," jelasnya.

Polisi melakukan penyelidikan terkait kasus Paket Sate Bakar di Bantul (kiri). Bandiman pengemudi ojol yang anaknya jadi korban. (Tribunjogja.com/Dok Polsek Sewon)

Timbul mengatakan ratusan kasus kriminal pernah ditangani oleh T.

Namun, ditanya terkait kasus kriminal paling krusial yang pernah ditangani oleh T, Timbul belum memastikan lebih lanjut.

"Belum tahu pasti kalau itu, banyak ya," kata Timbul

Penelusuran Tribun Jogja, T pernah mendapatkan penghargaan dari Polda DIY pada 2017 silam sebagai penyidik terbaik.

Timbul pun membenarkan adanya informasi tersebut dan menegaskan bahwa T memang penyidik senior dengan kinerja yang baik.

"Ya karena sudah senior direskrim Polresta, artinya memang bisa bekerja," terang dia.

Namun demikian, Timbul belum memastikam sudah berapa lama T bertugas sebagai penyidik di Satreskrim Polresta Yogyakarta.

"Kalau itu belum tahu pasti, yang jelas dia sudah senior," tegasnya.

Menurut Timbul, selama mengabdi di jajaran Satreskrim Polresta Yogyakarta, T dikenal ramah dan baik kepada siapa pun.

Ia cukup terkejut lantaran ada seseorang yang mengirim paket sate beracun ke rumahnya, yang pada akhirnya justru salah sasaran dan menelan korban bocah berusia 8 tahun.

"Dia dikenal ramah, dan biasa-biasa saja dengan rekan-rekan di Polresta. Kalau untuk alasan mengapa dikirimi sate beracun ya itu kewenangan penyidik yang menangani," katanya.

Pengirim Sate Beracun yang Tewaskan Bocah 10 Tahun di Bantul Minta Maaf

NA (25), tersangka kasus paket sate beracun sianida yang menyebabkan tewasnya bocah 10 tahun di Bantul, Yogyakarta meminta maaf.

Perimintaan maaf NA tersebut diungkap penasihat hukumnya, R Anwar Ary Widodo.

Anwar bersama timnya sudah mendampingi NA sejak 10 Mei 2021.

Pihaknya pun selalu intens berkomunikasi dengan NA maupun keluarga NA di Majalengka.

Anwar mengatakan pihaknya akan menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan.

Untuk menghormati proses hukum tersebut, ia tidak akan pernah membuka fakta-fakta hukum terkait kasus kliennya di luar persidangan.

Menurut dia, tempat yang tepat untuk mengungkap fakta-fakta hukum adalah di persidangan.

"Kami akan bersikap profesional, tidak menggiring opini, membuat opini, atau membuat argumentasi yang tidak jelas arah tujuannya. Yang nantinya dapat menggangu proses penyidikan yang sedang berlangsung, dan membuat tidak obyektifnya sebuah perkara," katanya, Jumat (21/05/2021).

Polisi ungkap kasus sate beracun di Bantul di Mapolres Bantul, Senin (3/5/2021) (Kolase Tribunjogja.com/Kompas.com/Christi Mahatma/Markus Yuwono)

Selaku penasihat hukum yang mewakili NA dan keluarga besar NA, Anwar menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada Bandiman.

Sebab akibat peristiwa tersebut putra bungsu Bandiman, NFP (10) meninggal dunia.

"Mewakili tersangka NA dan keluarga besar di Majalengka, memohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak Bandiman. Sungguh tidak pernah ada niatan dalam diri klien kami kejadian yang menimpa ananda NFP terjadi," ujarnya.

Ia berharap agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi.

Dengan demikian, ia meminta pemerintah agar melalukan pengawasan pada peredaran zat kimia berbahaya, sehingga tidak dijual bebas di pasaran.

"Peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga, sehingga peristiwa ini tidak terjadi lagi di masa depan," katanya.

Terpisah, Penasihat Hukum Bandiman, Chandra Siagian menyebut orangtua NA telah mengunjungi kliennya.

"Kamis (20/5/2021) kan mengunjungi NA, setelah dari Polres (Bantul) ke tempat kami (rumah Bandiman)," katanya.

Keluarga NA yang menjenguk terdiri dari ayah, ibu, dan Kepala Desa di Majalengka.

Pertemuan dengan keluarga Bandiman sendiri dalam rangka permintaan maaf keluarga atas perbuatan NA.

"Ya permohonan maaf, sebagai orangtua tersangka," katanya. (tribun network/thf/TribunJogya.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini