Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra menanggapi wacana amendemen UUD 1945.
Yusril memberi saran kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) agar mengurangi sosialisasi amendemen.
"Pak Ketua MPR kita kelihatan sangat aktif mensosialisasikan ini, aktif menulis buku, bahkan menemui Presiden," kata Yusril dalam webinar yang digelar Tribun Network, Rabu (22/9/2021).
Yusril memandang pergerakan Bamsoet menjadi satu pandangan bahwa ada rencana untuk mengubah konstitusi.
"Kalau boleh saya sarankan, mungkin lebih baik Pak Ketua ini tidak terlalu aktif dalam proses rencana amendemen UUD 1945. Sebab menurut tata tertib MPR Pasal 37 usul perubahan diajukan oleh sepertiga anggota MPR disampaikan kepada pimpinan," terangnya.
Ia menegaskan tugas Ketua MPR adalah mempelajari usulan amendemen tersebut apakah memenuhi syarat formil atau materil.
Baca juga: Amendemen UUD 1945 Dinilai Tidak Urgen
Selanjutnya, Ketua MPR bisa memutuskan apakah usulan ini diteruskan ke sidang paripurna.
"Dari situ bisa dilihat apakah rencana perubahan memenuhi syarat. Apakah jumlah pengusul kurang hingga usulan perubahannya harus jelas," ujar Yusril.
Di masa persidangan juga akan ada perdebatan dan menghasilkan sebuah keputusan.
Yusril menambahkan Ketua MPR dan Wakil Ketua MPR memiliki kewenangan untuk menyetujui hasil sidang MPR.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara: Rencana Amendemen Konstitusi oleh MPR Cacat Konsep dan Paradigma
"Begitu pandangan saya agar tidak mengganggu proses pengambilan keputusan perubahan amandemen UUD 1945," ucapnya.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini menyampaikan bahwa ada kekhawatiran gejolak penolakan usulan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) di dalam amendemen.
Karena itu, dibutuhkan pemikiran secara mendalam mengantisipasi bargaining politik.
Ia terang-terangan mengatakan tidak apriori menolak amandemen PPHN, namun kritis terhadap implikasi yang ditimbulkan sangat perlu.
"Bisakah kita melakukan amandemen parsial hanya memasukan pasal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tapi tidak memperbaiki posisi kedudukan TAP MPR-nya dan ," ucap Yusril.
Baca juga: Pimpinan MPR: Wacana Amendemen UUD 1945 Perlu Kehati-hatian, Jangan Sampai Jadi Bola Liar
Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo merespons pernyataan Prof Yusril.
Ia mengatakan upaya sosialisasi ini untuk menghadirkan kembali PPHN.
"Bahwa nanti PPHN bentuknya UU lagi atau sesuai dengan harapan MPR lalu sangat bergantung pada stakeholder yang ada yaitu partai politik MPR plus DPD," kata Bamsoet.
Bamsoet menyatakan apabila ada dua parpol tidak setuju dan tidak hadir saat sidang paripurna maka usulan ini tidak dilanjutkan.
Pihaknya hanya bergerak sesuai rekomendasi Badan Kajian MPR pada 18 Januari 2021 bahawa bentuk hukum yang kuat berupa TAP MPR.
"Saya respek dan apresiasi saran yang disampaikan Prof Yusril. Saya juga malu hati kalau dibilang terlalu aktif. Kalau tidak aktif dimarahin lagi makan gaji buta, kan repot juga kita," ujarnya.