News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Sidang Lanjutan Gugatan Praperadilan: KPK Serahkan 9 Dokumen Penyidikan Pinangki-Djoko Tjandra

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan gugatan praperadilan MAKI terhadap KPK guna mengusut sosok King Maker dalam perkara Pinangki-Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), guna mengungkap sosok King Maker dalam perkara suap eks jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Dalam persidangan yang digelar di ruang sidang 7 PN Jakarta Selatan, pada Kamis (23/9/2021) ini, KPK sebagai pihak termohon menyerahkan beberapa dokumen atau bukti.

"Agenda hari ini kan bukti surat dari termohon (KPK), ada beberapa bukti surat," kata anggota Biro Hukum KPK Natalia Kristianto kepada wartawan usai persidangan.

Kristianto mengatakan setidaknya ada 9 dokumen atau bukti surat yang diserahkan pihaknya kepada Majelis Hakim dan pihak pemohon.

Baca juga: KPK Tolak Hadirkan Nurul Ghufron dalam Gugatan Praperadilan King Maker Pinangki

Hanya saja dirinya tidak dapat menjelaskan secara rinci keseluruhan bukti surat yang dibawanya tersebut.

Satu di antara bukti surat yang diserahkan pihaknya yakni Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

SPDP tersebut, kata Kristianto, terkait dengan penyidikan eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dan terpidana kasus korupsi red notice Djoko Tjandra.

"Ada 9 dokumen, ada beberapa intinya ada surat SPDP dari kejaksaan agung dan Bareskrim terkait dengan dimulainya penyidikan atas nama Djoko Tjandra dan Pinangki," kata Kristianto.

Dirinya lantas menjabarkan fungsi dan tanggung jawab dari KPK dalam perkara ini.

Dimana KPK disebut hanya bertugas sebagai supervisi bukan penyidik.

Sedangkan penyidikan dilakukan oleh penegak hukum lain dalam hal ini Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri.

"Bukti-bukti administrasi penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim dan kejaksaan agung atas nama Djoko Tjandra dan Pinangki begitu, karena kami melaksanakan fungsi koordinasi supervisi kami diberikan beberapa tembusan surat tersebut yang kami sampaikan (dipersidangan)," tutur Kristianto.

"Ini maksudnya untuk menguatkan dalil kami bahwa dalam penyidikan atas nama Pinangki dan Djoko Tjandra itu memang kami melaksanakan fungsi koordinasi dan supervisi," tukasnya.

Atas dasar itu, pada persidangan sebelumnya Selasa (21/9/2021), Kristanto mengatakan, KPK tidak memiliki kewajiban untuk mengungkap sosok King Maker dalam kasus suap eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan fatwa untuk membebaskan Djoko Tjandra ini.

Hal itu merespon terkait dengan gugatan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menggugat KPK karena dinilai menghentikan proses penyidikan pengungkapan King Maker dalam kasus tersebut.

Sebab kata dia, dalam perkara ini yang melakukan penyidikan bukan dari lembaga antirasuah tersebut melainkan dilakukan oleh aparat penegak hukum lain dalam hal ini Kejaksaan Agung RI dan Bareskrim Polri.

Sedangkan peran KPK kata dia yakni dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi.

"Karena perlu kami tegaskan bahwa penyidikannya sendiri dilakukan oleh aparat penegak hukum lain. Bukan KPK sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan pun kita masuk dalam konteks ruang supervisi," kata Kristianto.

Lebih lanjut, dirinya membantah kalau melakukan pembiaran atas proses penyidikan pengungkapan sosok King Maker dalam perkara ini.

Sebab kata dia, pihaknya dalam hal ini KPK tidak melakukan penyidikan secara langsung pada perkara yang membuat jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 4 tahun penjara ini.

"Ini yang menjadi perlu kami luruskan bahwa konteks permohonan karena kami hanya selaku kuasa untuk permohonan persidangan kali ini yang perlu kami luruskan juga konteks petitum dianggap kami menghentikan penyidikan, penyidikan yang mana," kata dia.

"Karena kami tidak pernah melakukan penyidikan perkara tersebut. Seperti yang tadi kami sampaikan kami melakukan fungsi supervisi. Supervisinya itu berhenti ya itu ketika penyidikannya berhenti," sambungnya.

Terlebih kata dia, fungsi supervisi sudah berhenti dalam perkara ini seiring dengan telah penetapan vonis kepada Pinangki oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Dengan demikian kan boleh dikatakan karena penyidikan sudah selesai itu berarti kan supervisi dari kami juga sudah selesai kan seperti itu," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini