Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono bicara soal semakin kokohnya kekuasaan segelintir orang atau oligarki dalam dunia politik di Indonesia.
PRIMA sebagai partai baru, dikatakan Jabo, melihat gairah politik dari para politikus dan relawan memunculkan calon presiden sudah cukup kuat.
"Ini yang menjadi kekhawatiran Partai PRIMA bahwa sumber daya alam kita tidak hanya dikuasai segelintir orang, tetapi digunakan sebesar besarnya kekuasaan rakyat," kata Jabo dalam keterangan yang diterima, Minggu (26/9/2021).
Maka itu, Jabo menyerukan kepada masyarakat sipil untuk membangun poros antioligarki yang diwadahi Parpol, sehingga bisa menciptakan langkah konkret dalam tatanan bernegara.
"Yang pastinya partai politik ini (PRIMA) harus ikut pemilu dan memenangkan pemilu. Kemudian akan dilaksanakan dalam tatanan politik yang real, misal UU yang tidak membatasi partisipasi politik rakyat seperti yang terjadi dengan parliamentary dan presidential threshold," ujarnya.
Jabo mengatakan ada UU yang menguntungkan segelintir orang seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja harus dicabut dan dirumuskan UU yang berpihak kepada kepentingan rakyat bukan memperkokoh oligarki.
Baca juga: Kritik Oligarki, Penyanyi Gust Tak Sangka Lagu City of Lies Karyanya Dapat Perhatian di Media Sosial
"Maka PRIMA mengajak semua kekuatan sipil, ulama, intelektual, akademisi, gerakan sosial untuk bersatu padu karena oligarki akan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.
Jabo menyebut oligarki membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Untuk menyelamatkan bangsa dan negara, kami menyerukan kepada seluruh rakyat indonesia untuk bangkit bersatu, mengorganisir diri, membangun poros politik baru anti oligarki. Karena hanya dengan cara itu, kita akan menyelamatkan masa depan bangsa dan negara, menyelamatkan nasib hidup anak dan cucu kita," kata Jabo.
Sementara itu, Pakar Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Kommarudin mengatakan oligarki harus dilawan dengan memberikan pemahaman publik bahwa oligarki menyengsarakan hidup mereka.
Baca juga: Sosok Abdillah Toha, Kritik Orang di Lingkaran Jokowi Sebagai Oligarki Rakus Mulai Kampanye Pilpres
"Terkadang rakyat tidak sadar uang rakyat hilang Rp 1-2 miliar karena bukan dari dompetnya padahal uang rakyat juga. Kesadaran ini harus dilawan kalau tidak ada poros baru, maka mereka akan leyeh-leyeh karena menganggap tidak ada kekuatan rakyat," katanya.
Sementara itu, Akademisi dari Universitas Trisakti Nurhastuty K Wardhani mengajak masyarakat untuk memahami bahaya oligarki di tatanan pemerintahan Indonesia.
"Jadi tidak hanya dipublikasikan, direalisasikan tapi juga dilibatkan. Masyarakat mungkin lebih aware dengan istilah cukong daripada oligarki jadi mungkin perlu dipikirkan istilah istilah yang lebih umum," katanya.
Baca juga: Balasan Jaksa dalam Replik Sidang Lanjutan Kasus Habib Rizieq: Oligarki hingga Kasar
Dalam kesempatan yang sama, Nursuhud sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014 menegaskan bahwa masyarakat adil dan makmur tidak bisa tercapai jika oligarki masih mencengkeram di Indonesia.
"Jadi gerakan melawan oligarki bukan gerakan pinggiran, tapi merata di seluruh negeri untuk menyelamatkan dari kehancuran," kata Nursuhud.