TRIBUNNEWS.COM - Letjen Purnawirawan Azmyn Yusri Nasution akhirnya memberikan klarifikasi terkait pemindahan diorama patung penumpasan PKI dari Museum Dharma Bhakti Markas Kostrad.
Azmyn menegaskan, pemindahan patung tersebut murni atas permintaannya pribadi.
Karena dulu memang ia yang memiliki inisiatif untuk membuat patung tersebut saat ia masih menjabat sebagai Pangkostrad.
Permintaan pemindahan patung disampaikan kepada Pangkostrad, Letjen Dudung Abdurachman saat Azmyn bersilaturahim ke Markas Kostrad pada 30 Agustus 2021 kemarin.
Baca juga: Kritik Gatot Nurmantyo, Panglima TNI hingga Mantan Jenderal Kopassus Beri Tanggapan Serupa
"Ya betul tanggal 30 Agustus saya datang ke sana bersilaturahim, sekaligus menyampaikan keluhan saya tentang patung. Saya sampaikan begini, saya beritahu kepada beliau."
"Bahwa dulu disaat saya menjabat bahwa sayalah yang berinisiatif membuat patung itu. Sebelumnya patung itu tidak ada, itu tiga buah patung, tiga jenderal," kata Azmyn dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (30/9/2021).
Lebih lanjut Azmyn mengaku alasannya meminta untuk memindahkan patung tiga jenderal itu murni atas alasan agama.
Pasalnya menurut sepengetahuan Azmyn, di dalam Agama Islam dilarang untuk menyimpan patung karena akan mendapat dosa besar.
Baca juga: Komisi I DPR dan Pengamat Berharap Gatot Nurmantyo Tak Sembarangan Sebut TNI Disusupi Komunis
Permintaan Azmyn itu pun direspon positif oleh Letjen Dudung.
"Saya sampaikan kepada Pak Dudung, usia saya sudah 60 tahun, kemudian setelah tua ini saya banyak merenung diri, banyak mendengar ceramah, banyak membaca buku tentang Agama Islam."
"Di dalam Agama Islam ini, sangat dilarang untuk dibuat patung, menyimpan patung, apalagi yang berinisiatif membuatnya, itu dosanya sangat besar. Ini menganggu pikiran saya, sehingga saya sampaikan kepada Pangkostrad, Alhamdulillah direspon positif," terang Azmyn.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Dinilai Ingin Namanya Diperbincangkan dengan Memunculkan Isu TNI Disusupi Komunis
Gatot Nurmantyo Dituding Jualan Isu Komunis Menjelang 30 September
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai tudingan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang menilai komunisme telah menyusup ke tubuh TNI kurang masuk akal.
Menurutnya, paham komunis saat ini sudah tidak laku dijual dan publik justru lebih tertarik dengan keriuhan polemik atau pro-kontra sinyalemen itu.
"Menurut saya, tudingan bahwa paham komunis sudah menyusup ke tubuh TNI itu kurang masuk akal. Paham komunis ini sudah tidak laku dijual," kata Fahmi ketika dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (28/9/2021).
Sebelumnya, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan, Gatot Nurmantyo menyatakan bukti komunis masih ada di Indonesia, terutama di institusi TNI dapat dilihat dari hilangnya sejumlah barang di Museum Dharma Bhakti, Markas Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat (Jakpus).
Barang-barang yang dihilangkan, menurut Gatot, adalah yang berkaitan dengan peristiwa penumpasan komunisme di Tanah Air pada era Orde Lama.
Baca juga: Agum Gumelar Nilai Gatot Nurmantyo Terlalu Tergesa-gesa Buat Pernyataan TNI Disusupi Komunis
Ada 3 patung tokoh yang kini tidak lagi dipajang di Museum Darma Bhakti Kostrad, yakni Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) sebelumnya ada di dalam museum tersebut.
"Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata, baru saja terjadi adalah Museum Kostrad, betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu."
"Di situ direncanakan gimana mengatasi pemberontakan G30SPKI, di mana Pak Harto sedang memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO," ungkap Gatot pada acara webinar yang berjudul 'TNI Vs PKI' pada Minggu (26/9/2021) kemarin.
Pihak Kostrad lalu mengklarifikasi adanya pemberitaan dalam diskusi bertajuk “TNI Vs PKI” yang digelar pada Minggu malam itu.
Dalam keterangan tertulis Kapen Kostrad Kolonel Inf Haryantana disebutkan dalam diskusi yang digelar secara daring tersebut diputar sebuah klip video pendek yang memperlihatkan Museum Dharma Bhakti di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Baca juga: Peryataan Gatot Nurmantyo Soal PKI Menyusup di Tubuh TNI Dinilai Terlalu Gegabah
Museum itu disebut berada di bekas ruang kerja Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen Soeharto ketika peristiwa G30S/PKI terjadi.
Fahmi menduga para prajurit TNI yang dianggap memiliki paham kiri oleh Gatot adalah orang-orang yang dinilainya memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan saat ini.
Ia mengatakan, pembinaan mental ideologi merupakan salah satu pilar TNI dalam menjaga kedisiplinan, loyalitas dan moral prajurit.
Menurut dia, TNI sangat serius terkait hal tersebut, baik melalui profiling dan screening dalam proses seleksi prajurit, penanaman doktrin di lembaga pendidikan, maupun mekanisme reward and punishment dalam pembinaan SDM di kesatuan.
Fahmi menilai, meski Gatot sudah pensiun dari TNI dan sampai saat ini tak berpartai, dia banyak terlibat dalam kegiatan yang bersifat politis.
Dengan demikian, kata dia, sulit untuk tidak melihat bahwa peringatan Gatot soal bahaya laten komunis diangkat untuk kepentingan politiknya.
Baca juga: Pangkostrad Bantah Tuduhan Gatot Nurmantyo Ada Penyusupan PKI di Balik Pembongkaran Patung Soeharto
"Pak Gatot ini tampaknya memang konsisten mengangkat isu ini, terutama setiap mendekati akhir September. Tanpa kita sadari, dia menjadi 'top of mind' dan menjadi bagian dari perbincangan, perdebatan dan pemberitaan tiap kali negara ini bersiap memperingati Hari Kesaktian Pancasila," kata dia.
Menurutnya, wajar Gatot secara konsisten memilih isu komunisme untuk menjaga dan mengelola eksistensinya.
Topik G30S/PKI, kata dia, memang masih sangat menarik bagi sebagian masyarakat, terutama kelompok-kelompok Islam maupun kelompok-kelompok yang terasosiasi dengan militer.
Dia mengatakan, banyak orang yang dengan senang hati dan sukarela akan menggaungkan narasi dan aksi apa pun yang terkait isu G30S, baik positif maupun negatif.
"Ada banyak media yang memberi ruang bagi kemunculan Gatot, setiap tahun. Sekarang ini ibaratnya, membincangkan PKI tanpa menyebut nama Gatot itu gak ramai, gak seru," kata Fahmi.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Choirul Arifin)