Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menjelaskan secara umum terdapat dua kelompok besar kebijakan penanggulangan kemiskinan yang menjadi kunci dalam upaya penurunan angka kemiskinan ekstrem.
Pertama, kelompok kebijakan dalam mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem melalui bantuan sosial dan subsidi.
Kedua, kelompok kebijakan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kelompok miskin ekstrem untuk meningkatkan kapasitas ekonominya.
Berdasarkan hasil identifikasi program dan kegiatan yang termasuk dalam dua kelompok kebijakan tersebut di berbagai kementerian/lembaga dan di Provinsi Jawa Timur untuk tahun anggaran 2021, menunjukkan bahwa anggaran untuk penanggulangan kemiskinan cukup besar.
Oleh sebab itu, Wapres mengatakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem di Jawa Timur yang terpenting saat ini adalah penajaman program baik program Pemerintah Pusat maupun program Pemerintah Daerah agar tepat sasaran, serta menentukan lokus prioritas.
"Anggaran sebenarnya bukan isu utama dalam penanggulangan kemiskinan, tantangan terbesar kita adalah bagaimana memastikan seluruh program baik program Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten bisa sampai diterima oleh rumah tangga miskin ekstrem," kata Wapres saat memimpin "Rapat Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem Dari Sisi Pemberdayaan Ekonomi" saat kunker ke Surabaya, Kamis (30/9/2021).
Baca juga: Penuntasan Kemiskinan Ekstrem Level Desa Berbasis Individu
Lebih lanjut, Wapres memaparkan bahwa di lima kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang menjadi prioritas penanggulangan kemiskinan ekstrem 2021, total jumlah penduduk miskin ekstrem mencapai 508.571 jiwa dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrem 265.180 rumah tangga.
Jumlah tersebut terdiri dari Kabupaten Probolinggo dengan tingkat kemiskinan ekstrem 9,74 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 114.250 jiwa.
Yakni Kabupaten Bojonegoro dengan tingkat kemiskinan ekstrem 6,05 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 50.200 jiwa, Kabupaten Lamongan dengan tingkat kemiskinan ekstrem 7,37 persen jumlah dan penduduk miskin ekstrem 87.620 jiwa, Kabupaten Bangkalan dengan tingkat kemiskinan ekstrem 12,44 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 123.490 jiwa, serta Kabupaten Sumenep dengan tingkat kemiskinan ekstrem 11,98 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 130.750 jiwa.
Oleh sebab itu, Wapres menilai perlu menentukan lokus prioritas untuk memfokuskan sumber daya guna mempercepat penanggulangan kemiskinan ekstrem tersebut.
"Untuk mengatasi masalah kemiskinan ekstrem seperti arahan Bapak Presiden, kita perlu menentukan lokus prioritas agar kita dapat memfokuskan sumber daya dan mendorong percepatan pengurangan kemiskinan ekstrem," ujarnya.
Wapres pun meminta agar dalam mengidentifikasi kabupaten/kota prioritas, harus menggunakan kombinasi antara indikator persentase penduduk miskin ekstrem dan juga jumlah penduduk miskin ekstrem di satu wilayah.
"Kombinasi dua indikator ini diharapkan dapat mengarahkan kita untuk memilih wilayah yang bukan hanya dengan persentase penduduk miskin ekstrem tinggi, namun juga dengan penduduk ekstrem yang besar," tambahnya.
Namun demikian, Wapres menyadari bahwa untuk menurunkan kemiskinan ekstrem sampai nol persen di akhir 2024 sebagaimana target pemerintah merupakan tantangan berat.
Apalagi penurunan kemiskinan ekstrem merupakan hasil akhir dari seluruh proses pembangunan nasional yang sangat luas.
"Artinya, kinerja pembangunan secara keseluruhan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, menjadi kunci utama penurunan tingkat kemiskinan ekstrem. Selain itu, sejak awal 2020 kita juga menghadapi pandemi Covid-19 yang sempat menyebabkan kontraksi ekonomi dan meningkatkan tingkat kemiskinan kita," paparnya.
Walaupun tantangan ini berat namun Wapres tetap optimistis bahwa melalui kolaborasi lintas pihak, yang tidak hanya kementerian/lembaga, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), pemerintah desa, serta melibatkan pihak non-pemerintah lainnya, seperti pelaku usaha, perguruan tinggi, LSM, media, dan masyarakat maka masalah kemiskinan di Jawa Timur akan dapat ditanggulangi.
"Kerja kolaborasi ini harus berujung pada sinergitas antara program-program pengurangan kemiskinan ekstrem yang berasal dari sumber pendanaan APBN kementerian/lembaga untuk pelaksanaan program-program pengurangan kemiskinan ekstrem di daerah, termasuk yang bersumber dari dana APBD provinsi dan kabupaten/kota, serta APBDes," tandasnya.