News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamenkumham: Korupsi Tinggi karena Kesadaran Hukum Heteronom

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, dalam Lokakarya Pembangunan ZI Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Persiapan Desk Evaluasi Tim Penilai Nasional.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesadaran masyarakat Indonesia akan hukum sangat baik tetapi sifatnya masih heteronom. 

Hal itu menjadi alasan mengapa persoalan korupsi di negeri ini masih tinggi dan sukar diperangi. 

Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, dalam Lokakarya Pembangunan ZI Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Persiapan Desk Evaluasi Tim Penilai Nasional.

Heteronom adalah ketaatan yang timbul karena adanya dorongan dari luar yaitu adanya sebuah aturan yang memerintah atau melarang.

“Kita itu mau mentaati aturan, kita itu patuh terhadap aturan, karena ada suatu dorongan dari luar, bukan dari hati nurani,” ujarnya, Senin (4/10/2021) di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Baca juga: Dua Jurus Tangani Kasus Korupsi versi Novel: Jerat Aktor Intelektualnya dan Pulihkan Keuangan Negara

Menurut pria yang akrab disapa Eddy ini, orang Indonesia tidak melakukan korupsi bukan karena kesadaran internal diri melainkan karena adanya hukum yang melarang untuk korupsi. 

Sehingga apabila hukum tentang korupsi itu dicabut, maka korupsi akan berjalan kembali.

Eddy kemudian membandingkan dengan masyarakat di Jepang dimana orang mentaati hukum sebagai bagian dari dorongan nurani sendiri atau bersifat otonom. 

Sehingga apabila aturan tentang larangan korupsi di Jepang dicabut, orang Jepang tetap tidak akan melakukan korupsi.

“Orang Jepang, seandainya aturan tentang korupsi dicabut, maka mereka tetap tidak akan melakukan tindakan korupsi,” ujarnya. 

Menurut guru besar hukum UGM itu, kesadaran otonom itu akan muncul jika masyarakat memiliki integritas yang tinggi. 

“Integritas adalah kata kunci utama untuk memerangi korupsi,” tegas pria asal Ambon ini. 

“Ketika berbicara mengenai integritas, berarti kita berbicara mengenai sumber daya manusia. Mengapa integritas ini menjadi amat sangat penting? Karena dengan integritas ini akan melahirkan kesadaran hukum yang bersifat otonom, bukan heteronom,” tambahnya lagi.

Baca juga: Pakar Usul Kapolri Bentuk Divisi Khusus Anti Korupsi Untuk 57 Pegawai Yang Dipecat KPK

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini