TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar, membuka peringatan 30 tahun Lokakarya Laut China Selatan pada Kamis (14/10/2021).
Acara ini diselenggarakan secara hybrid oleh Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri, bersama dengan Badan Informasi Geospasial dan Pusat Studi Kawasan Asia Tenggara.
Beberapa isu penting yang dibahas dalam acara ini, termasuk masalah perubahan iklim dan dampak kenaikan permukaan air laut.
“Pentingnya kerja sama dan kolaborasi di antara partisipan untuk membahas dan mengelola tantangan bersama di kawasan Laut China Selatan,” kata Wamenlu secara virtual,” Kamis (14/10/2021).
Sementara itu, Teuku Faizasyah selaku Plt. Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kemlu menyampaikan bahwa lokakarya merupakan kesempatan mengembangkan kerja sama yang saling menguntungkan.
Menurutnya perlu adanya kerja sama dan pembahasan mengenai perubahan iklim di Laut China Selatan yang memerlukan sinergi antar negara di kawasan tersebut.
Baca juga: Taiwan Tegaskan Tak Akan Mulai Perang dengan China, Tapi Akan Membela Diri Jika Diserang
Isu kenaikan permukaan air karena peningkatan suhu global perlu dihadapi bersama dengan berbagi ilmu dan pengalaman untuk melakukan mitigasi dampak kenaikan muka laut terhadap masyarakat di pesisir.
“Perlu terus dikembangkan kebiasaan dialog dan komunikasi sehingga menciptakan ruang untuk mencari solusi atas tantangan bersama di kawasan Laut China Selatan,” ujarnya.
Lokakarya Laut China Selatan kembali digelar tanggal 13-14 Oktober 2021 setelah sempat terhenti akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Kegiatan tahun ini adalah Lokakarya ke-30 sejak pertama kali dilaksanakan tahun 1990.
Kegiatan diikuti oleh 67 peserta dari 11 participating parties di kawasan Laut China Selatan, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Tiongkok, Chinese Taipei, dan Vietnam.