Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Hamdan Zoelva menjawab tudingan AD/ART Demokrat tahun 2020 tak demokratis.
Hamdan mengatakan, aturan dalam AD/ART itu telah dikehendaki oleh semua anggota partai dan diputuskan dalam Kongres 2020 lalu.
Dia menyebutnya bahwa anggota partai politik memiliki hak eksklusif dan kedaulatan dalam menyusun aturan dalam AD/ART.
Hal itu disampaikannya saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Selasa (19/10/2021).
"Dan aturan itu yang mereka kehendaki, kita terima kecuali pelanggaran terhadap larangan-larangan yang dalam undang-undang partai politik, ada beberapa larangan," kata Hamdan.
Baca juga: Gugatan AD/ART Demokrat Disebut Terobosan Hukum, Hamdan Zoelva: Masalahnya Ditembak ke Satu Partai
"Masalah itu demokratis atau tidak demokratis ukuran mana? ukuran siapa? kan enggak ada ukurannya. Sekarang saya tanya apakah pemilihan Gubernur Yogyakarta yang langsung ditetapkan itu demokratis atau engga?," imbuhnya.
Berdasarkan pengalaman Hamdan membaca AD/ART parpol di Indonesia, bahwa masing-masing partai memiliki perbedaan yang spesifik.
Misalnya saja soal pembatasan masa jabatan ketua umum partai, ada yang membatasi hanya dua periode dan ada yang tidak membatasi.
Hal itu yang kemudian tidak diatur dalam UU Partai Politik karena memang negara tak mengatur internal partai politik sejauh itu.
Apalagi, kegiatan operasional parpol bersumber dari iuran para anggota. Negara hanya sebatas memberi bantuan.
Hal itulah yang menjadi pertanyaan balik kepada advokat Yusril Ihza Mahendra yang mengajukan gugatan AD/ART Demokrat 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Diketahui, Yusril menggugat AD/ART Demokrat menggunakan dua undang-undang, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik serta UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Baca juga: Yusril : Saya Nggak Mau Ngajarin Hamdan Zoelva
Menurut Hamdan, langkah mengambil judicial review ke MA tidak tepat dan seharusnya berpikir ke depan bagaimana regulasi dapat diperbaiki.
"Jadi kalau mengapa partai politik tidak dengan mengambil judicial review tapi undang-undangnya disempurnakan. Saya dari dulu sebenarnya mengusulkan partai politik itu adalah organisask publik yang seluruhnya dibiayai oleh negara," ucapnya.
"Karena itu hak dan kedaulatan anggota parpol itu menetukan aturan main di antara mereka. Jadi ini prinsipnya yang paling mendasar sebenarnya," pungkasnya.