TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim anggota Jaini Bashir mengingatkan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memberikan keterangan yang jujur.
Pasalnya apa yang disampaikan politikus Partai Golkar itu berbeda dengan keterangan saksi- saksi yang telah dihadirkan saat sidang sebelumnya.
"Saya hanya confirm, kalau ada dua keterangan yang beda, berarti salah satunya ada yang bohong," ucap Jaini saat sidang perkara suap kepada eks penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/10/2021).
Contohnya, Jaini menyoroti perbedaan keterangan antara Azis dengan Wakasat Reskrim Polrestabes Semarang Agus Supriadi yang menyebut bahwa Azis memintanya dikenalkan dengan penyidik KPK.
"Kita pernah periksa saudara Agus Supriyadi. saya sendiri yang menanyakan, bahwa saudara meminta dikenalkan penyidik KPK, Agus Supriyadi mengatakan ada dua letingan dia," tutur Jaini.
"Ternyata dua orang itu tidak menjawab. Baru kemudian, timbul memperkenalkan adek letingnya, yang namanya Robin Pattuju, adi saudara disitu minta dikenalkan," tambahnya.
Kendati demikian, dari pernyataan hakim tersebut, Azis tetap bersikeras membantah keterangan Agus.
Baca juga: Azis Syamsuddin Tahu Kasih Uang ke Robin Bahaya, Tapi Eks Penyidik KPK Itu Mintanya Memelas
Lantaran dia merasa kalau yang Robin-lah yang mengenalkan dirinya sendiri.
"Berarti ada dua keterangan yang beda, yang bisa dikonfrontir mana yang benar, mana yang salah," kata Jaini.
Aziz lantas berdalih bila dirinya ingin mengenal penyidik, bisa langsung bertanya ke para komisioner KPK secara langsung. Yang kemudian kembali dimentahkan majelis hakim.
"Karena saya kalo mau kenal penyidik atau orang KPK cukup dengan komisioner," kata Azis yang bersaksi bagi terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain.
"Ya Itu kan teori. Kita juga ngerti, kita juga gak bodoh-bodoh amat," timpal hakim.
Selain bantahan soal Robin, Azis juga membantah kesaksian mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang mengatakan dikenalkan Robin melaluinya.
"Rita juga menyatakan, saudara datang dan memperkenalkan. Karena tidak mungkin Rita di dalam tahanan mengenal Robin yang penyidik KPK. Dia mengenal Robin seminggu setelah dikenalkan saudara saksi, berarti dikenalkan gimana ceritanya?" tanya hakim.
"Tidak yang mulia," bantah Azis.
Kemudian, hakim kembali mencecar Azis soal dalih pemberian uang pinjaman Rp200 juta kepada Robin, yang dimana hanya sebatas mengenal dan menolong yang bersangkutan.
Pasalnya, Jaini merasa aneh atas keputusan Azis yang menyerahkan Rp200 juta kepada Robin.
"Kalau orang kesusahan, seperti ada kebanjiran, itu wajar anda anggota DPR. Tapi kalau ada penyidik KPK, minjam Rp200 juta agak berpikir juga kita," cecar hakim.
"Begini yang mulia. Dia datang ke rumah saya dengan wajah memelas. Kemudian membuat rasa saya tidak nyaman, posisi batin saya terganggu. Daripada ini berlanjut dan saya mau istriahat, saya secara kemanusiaan saya bantu aja," ujar Azis.
Bahkan, Aziz pun mengakui tidak tahu jika uang Rp200 juta yang diberikan kepada Robin ternyata dibagi dua kepada terdakwa Maskur.
Termasuk terkait uang yang diterima dari Mantan Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp5.197.800.000.
"Saya enggak tahu uang dibagi Rita," kata Azis.
"Minjam sampai enam kali berarti ada kaitan terkait Rita," timpal hakim.
"Saya enggak tahu yang mulia," singkat Azis.
Sebelumnya, JPU dari KPK sempat menghadirkan AKP Agus Supriyadi yang saat itu menjabat Wakasat Reskrim Polrestabes Semarang.
Dimana kala itu dia mengaku diminta Azis Syamsuddin pada awal 2020 untuk mengenalkan dengan penyidik KPK.
Baca juga: Rita Widyasari Beri Robin Rp 60,5 Juta: Khusus Pak Robin, Saya tak Bayar Fee Tapi Nilai Kemanusiaan
Agus saat itu bertugas di Direktorat Cyber Crime di Polda Jawa Tengah sedangkan Robin sudah menjadi penyidik KPK.
Sempat mengenalkan Robin di Denpasar, Bali, untuk hanya mengenalkan Robin kepada Azis.
"Beliau (Azis) tanya kondisi saya, terus pekerjaan. Saya katakan bahwa saya ke Jakarta karena ada pemeriksaan saksi-saksi, lalu beliau tanya 'ini namanya siapa?'. Saya katakan 'yang bersangkutan kerja di KPK', pertemuannya tidak lama sekitar 5-10 menit, setelah itu kembali, pertemuan di Jalan Hang Tuah juga sama, karena saat itu saya juga mengunjungi anak saya yang mondok," jelas Agus.
Agus menyebut tahu bahwa Robin menyebut Azis Syamsuddin sebagai 'bapak asuh.'
Dalam pertemuan itu-lah, Agus menyebut Azis Syamsuddin berinisiatif meminta nomor ponsel Robin.
"Saat itu Pak Azis dan Robin bertukar nomor 'handphone', Pak Azis yang minta duluan tapi tujuannya untuk apa saya tidak tahu," tambah Agus.
Namun Agus mengaku tidak tahu selanjutnya Azis dan Robin melakukan pertemuan lainnya terkait perkara.
"Keduanya tidak pernah menyampaikan kepada saya terkait pertemuan lain," ungkap Agus.
"Tapi di BAP saudara menerangkan kemungkinan pertemuan soal perkara di KPK?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) Wahyu Dwi Oktavianto.
"Dalam BAP saudara mengatakan inisiatif pertemuan Azis dan Robin adalah inisiatif dari saya sendiri, memang pada Februari 2019 saat bertemu Azis di rumahnya di Hang Tuah, Azis Syamsuddin pernah bertanya kepada saya apakah ada teman di KPK? Saya sebut ada teman seletting saya di KPK. Sepamahaman saya Azis Syamsuddin bertanya teman letting KPK, Azis Syamsuddin mungkin mau kenal orang KPK terkait perkara di KPK tapi Azis Syamsuddin tidak menyampaikan perkara apa. Ini sepemahaman saudara ya?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Agus.
Dalam perkara ini, AKP Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain didakwa menerima dari Muhamad Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta, dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000. Sehingga total suap mencapai Rp11,5 miliar.
Syahrial adalah eks Wali Kota Tanjungbalai; Azis Syamsuddin adalah mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Ajay Muhammad Priatna adalah eks Wali Kota Cimahi, Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya Sukabumi Jawa Barat, dan Rita Widyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.