Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasiolan Eko P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di saat semua negara tengah memulihkan diri dari dampak ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19, Indonesia dipercaya memegang posisi keketuaan (presidensi) di G-20 tahun 2022, yang rencananya akan digelar di Bali.
Tema yang akan diusung adalah "Recover Together, Recover Stronger," atau bahasa Indonesianya adalah "Pulih Bersama, Pulih dan Menjadi Lebih Kuat."
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Suminto, dalam siaran persnya, mengatakan kepercayaan untuk memegang presidensi G20, juga berarti kepercayaan terhadap kemampuan Indonesia dalam memulihkan diri dari pandemi, oleh forum yang beranggotakan 19 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dan Uni Eropa.
"Di saat yang bersamaan, dunia akan memantau bagaimana Indonesia melanjutkan program-program pemulihan. Ini adalah kesempatan, sekaligus tantangan," ujar Suminto dalam keterangan tertulis, Kamis (4/11/2021).
Kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia, tentunya akan mempengaruhi persepsi para pelaku ekonomi di tingkat internasional terhadap perekonomian dalam negeri.
Kepercayaan tersebut diharapkan akan mempermudah upaya pemerintah untuk mengundang investasi dari luar negeri, yang akan berdampak pada percepatan pemulihan perekonomian Indonesia.
Baca juga: Mengenal Sistem Perekonomian di Indonesia, Berikut Tujuan dan Macam-macamnya
"Perhelatan yang rencananya akan digelar di Bali pada tahun depan itu, terdiri dari sejumlah pertemuan dari berbagai macam tingkatan, termasuk di tingkatan menteri dan di tingkatan kepala negara. Tentunya pertemuan-pertemuan itu, akan berdampak positif terhadap perekonomian di Bali, dan akan membuka banyak lapangan pekerjaan," jelasnya.
G20 adalah forum yang beranggotakan sembilan belas negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia plus Uni Eropa. Forum tersebut merepresentasikan 85% perekonomian global, 80% investasi global, 75% perdagangan internasional, dan 66% penduduk dunia. Dari Asia Tenggara, hanya Indonesia yang berstatus sebagai anggota tetap.
G20 dibentuk tahun 1999 untuk merespons krisis keuangan Asia yang berdampak pada pasar keuangan di negara-negara maju.
Inisiator forum percaya, krisis keuangan Asia menunjukkan bahwa emerging economies memiliki pengaruh sistemik yang signifikan dalam perekonomian global.
Hal ini memunculkan kesadaran perlunya melibatkan emerging economies dalam forum tata kelola global.
G20 sempat merespons shock non-ekonomi serangan teroris 11 September 2001, melalui kacamata kerja sama keuangan.
Krisis finansial global pada tahun 2008, juga tidak luput dari pembahasan. Sifat responsif G20 masih dipertahankan hingga saat ini. Oleh karena itu, G20 fokus membahas pemulihan dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi.