Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM menyebutkan teror yang didapat keluarga Veronica Koman menunjukkan Indonesia mengalami regresi demokrasi.
Koalisi terdiri dari Amnesty International Indonesia, LBH Jakarta, KontraS, AJI Indonesia, Public Virtue Research Institute, Pusaka, dan Yayasan Perlindungan Insani Indonesia.
"Rentetan serangan dan teror terhadap keluarga Veronica Koman menguatkan temuan bahwa Indonesia sedang menghadapi fenomena regresi demokrasi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah serangan terhadap pemimpin keadilan sosial (aktivis) dan pembela hak asasi manusia," kata perwakilan koalisi, Nelson Nikodemus Simamora dari LBH Jakarta lewat keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Senin (8/11/2021).
Koalisi menyebutkan serangan dan teror ini tentu mengakibatkan trauma kepada orang tua Veronica Koman.
Pada saat bersamaan, serangan dan teror ini juga mengakibatkan keresahan kepada warga yang menjadi tetangga mereka.
Baca juga: Polisi Temukan Serpihan Kertas Hingga Batu Baterai Pasca Ledakan di Rumah Orang Tua Veronica Koman
Koalisi mengungkapkan, menurut catatan Komnas HAM, setidaknya 206 laporan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap pembela HAM antara tahun 2015 dan 2019.
Sebagian besar pelanggaran berupa kriminalisasi, dengan 92 kasus dilaporkan ke Komnas HAM, 87 di antaranya dilakukan pihak kepolisian.
Tren ini berlanjut pada 2020.
"Negara melalui aparat penegak hukum memiliki berkewajiban untuk memastikan keamanan dan keselamatan semua warga negaranya, termasuk orang tua Veronica Koman. Terlebih, mereka tidak memiliki kaitan dengan aktivitas damai Veronica Koman," kata Nelson.
Pemerintah Indonesia, termasuk Polri, menurut koalisi, memiliki tanggung jawab dan kewajiban internasional untuk menjamin hak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu, sebagaimana dijabarkan pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Baca juga: Fakta Teror di Rumah Orang Tua Veronica Koman, Dugaan Soal Bahan Peledak Hingga Motif di Baliknya
"Perlu juga diingat bahwa serangan dan teror terhadap orang tua Veronica Koman telah mengakibatkan rasa takut bagi keduanya," ujar Nelson.
Koalisi menilai ada beberapa alasan lain mengapa penyelesaian kasus penyerangan terhadap kedua orang tua Veronica Koman menjadi sangat penting bagi demokrasi.
Pertama, agar terjadi perubahan wajah baru penegakan HAM. Kedua, perbaikan citra bagi wajah politik dan hukum di Indonesia.
"Suatu negara demokrasi tidak mungkin lahir jika penegakan hukum, HAM, dan keadilan masih bisa terus diintervensi dan digembosi," ujar Nelson.
Untuk itu, koalisi meminta tiga hal kepada Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini Polda Metro Jaya, terkait teror yang didapat orang tua Veronica Koman.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Aparat Usut Teror Ledakan di Kediaman Orangtua Veronica Koman
Pertama, kepolisian diharapkan dapat melakukan penyidikan yang efektif, menyeluruh, dan tidak memihak atas serangan yang ditujukan kepada orang tua Veronica Koman.
Kedua, berdasarkan bukti yang cukup, pelaku segera diproses sesuai hukum yang berlaku serta dituntut dalam proses peradilan yang memenuhi standar keadilan internasional tanpa ancaman pidana mati.
Ketiga, polisi menjamin keamanan Veronica Koman dari serangan dan teror yang dilakukan oleh pihak manapun.
Secara terpisah, koalisi turut mengimbau jurnalis dan perusahaan media untuk menghormati privasi atau data pribadi keluarga dan kerabat Veronica Koman dalam pemberitaan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
Menurut koalisi, pengungkapan data pribadi dikhawatirkan dapat membuat serangan susulan dari orang atau kelompok lain.
"Jurnalis dan perusahaan media yang terlanjur mengungkap data pribadi agar segera melakukan koreksi dengan menghapus konten seperti alamat lengkap," kata Nelson.
Seperti diketahui, orang tua pembela HAM dan pengacara yang banyak menangani kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua, Veronica Koman, mendapat serangan bom dari orang tidak dikenal terhadap kediamannya yang terjadi pada 24 Oktober 2021 dan 7 November 2021.
Serangan yang pertama, pada 24 Oktober 2021, dilakukan oleh dua orang yang mengendarai sepeda motor.
Diketahui bahwa pelaku menggantungkan sebuah bungkusan di pagar rumah orang tua Veronica Koman, dan tidak lama kemudian bungkusan tersebut terbakar.
Peristiwa serangan pertama ini telah dilaporkan oleh pendamping hukum orang tua Veronica Koman ke Polda Metro Jaya, dengan nomor Surat Tanda Terima Laporan Polisi STTLP/B/5302/X/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Serangan kedua, pada 7 November 2021, juga dilakukan oleh setidaknya dua orang yang mengendarai sepeda motor.
Pada pukul 10.26 WIB, pelaku melemparkan dua bungkus berwarna hijau dan kuning yang berisi bom dan kemudian meledak di garasi.
Peristiwa ini disaksikan oleh pembantu rumah yang sedang mencuci mobil dan tukang air PAM.
Kondisi pagar rumah saat itu sedang terbuka. Ledakan bom tersebut terdengar hingga satu gang sehingga menyebabkan warga berkerumun.
Pada 7 November 2021 juga, terjadi serangan ke rumah kerabat Veronica Koman, berupa kiriman paket berisi bangkai ayam dan surat ancaman.
Menurut catatan koalisi, aksi teror tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi.
Sejak tahun 2019, terdapat pantauan rutin ke rumah orang tua Veronica Koman yang cukup meresahkan bagi sebagian tetangga.
Bahkan foto rumah orang tua Veronica Koman beberapa kali diunggah di media sosial oleh akun anonim, sebagai bentuk intimidasi kepada Veronica Koman dan keluarganya.
Pada Agustus 2019, kiriman paket atas nama Veronica Koman juga pernah dititipkan ke Ketua RT untuk diberikan ke orang tuanya.
Tapi beberapa jam kemudian, pengirim paket mengambil kembali paket tersebut.