TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin mengurus pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Lampung Tengah.
Pendalaman peran Azis urus DAK Lampung Tengah dilakukan tim penyidik lewat pemeriksaan terhadap enam saksi di Polresta Bandar Lampung, Jumat (5/11/2021).
Identitas para saksi yakni, Supranowo, PNS di Dinas Bina Marga Lampung Tengah; Taufik Rahman, mantan Kadis Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah; Andri Kadarisman, PNS Dinas Bina Marga Lampung Tengah; Aan Riyanto, PNS (Kasub Bid Rekonstruksi) BPBD Kabupaten Lampung Tengah; Dariyus Hartawan, swasta/Direktur CV Tetayan Konsultan; serta Indra Erlangga, ASN Lampung Tengah.
"Para saksi hadir, dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan peran tersangka AZ (Azis Syamsuddin) dalam pengurusan pengajuan dana DAK untuk Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2017," beber Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Baca juga: KPK Periksa 6 Saksi Terkait Kasus Suap Azis Syamsuddin di Polresta Bandar Lampung
Baca juga: Dugaan Keterlibatan Bisnis Tes PCR, KPK Ditantang Segera Periksa Erick Thohir dan Luhut
KPK telah mengumumkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka pada Sabtu (25/9/2021).
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Azis memberikan suap kepada mantan penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju senilai Rp3,1 miliar dari komitmen awal Rp4 miliar.
Pemberian tersebut agar AKP Robin membantu mengurus kasus di Lampung Tengah diduga melibatkan Azis dan Aliza Gunado (AG) yang sedang diselidiki oleh KPK.
Baca juga: Dukung KPK Telisik Dugaan Korupsi Formula E, Ketua DPRD DKI : Kita Ikuti Prosesnya
Baca juga: Wagub DKI Buka Suara Soal Banjir Ancol dan Rob yang Masih Rendam Pelabuhan Muara Baru
Aliza merupakan kader Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).
Atas perbuatannya, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.