Karya Ismail Marzuki tersebut mengisi semangat rakyat untuk bangga terhadap tanah air yang dibawakan dengan nada melankolis.
Ismail Marzuki lalu mengambil alih sebagai pemimpin Orkestra Studio Jakarta yang bergengsi dan menggubah lagu Pemilihan Umum sebagai tema musik pemilihan umum pertama di Indonesia pada 1955.
Pemerintah Indonesia menobatkan Ismail Marzuki sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2004 untuk menghargai dan menghormati kontribusinya dalam karya-karya lagu nasional.
Melansir kemdikbud.go.id, Ismail Marzuki mengalami masa-masa yang sulit pada era 1950 karena ada banyak pihak yang berusaha menggagalkan usahanya mengembangkan kesenian daerah.
Hal tersebut berdampak pada kesehatan Ismail Marzuki.
Saat itu ia akhirnya mengundurkan diri dari kegiatan orkestra dan menghabiskan waktu di rumah bersama istrinya, Eulis, dan anak yang mereka adopsi bernama Rahmi Asiah.
Aktivitas Ismail Marzuki setelah keluar dari orkestra hanya terbatas pada karya komposisi saja.
Ismail Marzuki wafat dipangkuan istrinya pada 25 Mei 1958 pada usianya yang ke 44 tahun.
Kemudian, Ismail Marzuki dimakam di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Pada batu nisannya dipahatkan lagu Rayuan Pulau Kelapa.
Beberapa puluh tahun kemudian, Pemerintah Indonesia berniat memindahkan makam Ismail Marzuki ke Taman Makan Pahlawan di Kalibata.
Namun pihak keluarga menolak dan menganggap hal itu bukanlah kepentingan yang mendesak.
Pihak keluarga berpendapat di manapun Ismail Marzuki dimakamkan, ia tetap dihargai dan dihormati seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: Sejarah Singkat Hari Pahlawan 10 November dan Link Twibbon untuk Memperingatinya
Perjalanan Karier