TRIBUNNEWS.COM - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Ijtima Ulama ke-7 pada Selasa-Kamis, (9-11/11/2021) di Jakarta.
Perhelatan yang digelar rutin tiap tiga tahun sekali ini menyepakati 12 poin bahasan.
Satu di antaranya adalah hukum pinjaman online (pinjol).
Keterangan lengkap hasil pembahasan tentang pinjol, dilansir mui.or.id adalah sebagai berikut:
Baca juga: Fintech Syariah Ethis Kantongi Izin Resmi OJK
Ketentuan Hukum Pinjaman Online
1. Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram.
3. Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram.
Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
4. Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Baca juga: Terancam 20 Tahun Bui, WNA Tiongkok Otak Pinjol Ilegal Teror Ibu di Wonogiri Dijerat Pasal Berlapis
Rekomendasi MUI
Atas dasar hasil pembahasan, Ijtima Ulama merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, Polri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.
3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Untuk diketahui, Ijtima Ulama kali ini diikuti oleh 700 peserta.
Terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Baca juga: Polri Sita Uang Rp20 Miliar dari Pimpinan Pinjol Ilegal yang Teror Ibu di Wonogiri yang Akhiri Hidup
12 Poin Bahasan
Adapun Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang resmi ditutup Kamis (11/11/2021) menyepakati 12 poin bahasan, yaitu :
1. Makna jihad
2. Makna khilafah dalam konteks NKRI
3. Kriteria penodaan agama
4. Tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan
5. Panduan Pemilu dan Pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa
6. Distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.
7. Hukum pinjaman online
8. Hukum transplantasi rahim
9. Hukum cryptocurrency
10. Penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan
11. Hukum zakat perusahaan, dan
12. Hukum zakat saham.
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, selama berjalanya Ijtima Ulama ke-7 ini terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan.
Hal ini lantaran menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.
"Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita," ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama, Kamis, dikutip dari mui.or.id.
Berita lainnya terkait Pinjaman Online
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)