TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Sumber Daya Manusia Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera), Prasetya M. Brata divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Majelis Hakim memvonis bebas Prasetya dan 2 direksi AJB Bumiputera lainnya tidak bersalah dalam kasus pengurusan dana apresiasi AJB Bumiputera.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Sri wahyuni sebagai hakim ketua, Morgan Simandjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota, mengadili perkara nomor 155/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Sel memvonis bebas terdakwa Prasetya M Brata selaku Direktur SDM, Sutikno selaku Direktur Pemasaran dan Mohammad Irsyad sebagai Direktur Teknik AJB Bumiputera 1912
“Menyatakan para terdakwa tersebut terbukti melakukan perbuatan sebagaimana tersebut diatas tetapi bukan merupakan perbuatan pidana.
Melepaskan para terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Membebankan biaya perkara kepada negara,” kata Hakim Ketua Sri Wahyuni SH, membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/11/2021).
Baca juga: Sosok Politisi Lampung Nurhasanah yang Ditahan Kejagung terkait Kasus AJB Bumiputera
Kasus ini bermula dari keputusan direksi Bumiputera menyetujui usulan pemberian dana apresiasi kepada tim restrukturisasi sebesar 3,4 persen atau Rp 7 miliar.
Dana apresiasi diberikan karena tim dianggap berhasil menurunkan kewajiban Bumiputera kepada PT Pusri Palembang sebanyak Rp 104 miliar.
Pada 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganulir keputusan itu karena menganggap besaran bonus terlalu besar.
Pada 2015, besaran dana apresiasi direvisi menjadi 2,5 persen atau Rp 2,6 miliar. Pada 2020, OJK membuka lagi kasus ini karena mencurigai terjadi korupsi Bumiputera dalam pemberian uang tersebut.
Menanggapi putusan bebas tersebut, Mellisa Anggraini, SH, MH, penasehat hukum dari terdakwa Prasetya M. Brata, menjelaskan dalam keterangan tertulisnya, bahwa vonis hakim menyatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan seperti dalam surat dakwaan. Namun, perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana.
“Tindakan tersebut bukan merupakan peristiwa pidana, akan tetapi merupakan ranah hukum bisnis dan urusan internal AJB Bumiputera sendiri,” kata Melissa.
Mellisa menjelaskan, dasar pertimbangan Majelis Hakim antara lain, direksi memiliki kewenangan yang sah berdasarkan Anggaran Dasar, tidak ada pernyataan kerugian dari pemilik kekayaan perusahaan atau tidak dan korban, dan mekanisme keputusan dan pencairan dananya adalah ranah administrasi internal perusahaan.
“Majelis Hakim sebenarnya sejak awal persidangan bertanya kepada saksi pelapor, Abdul Rahmat pemeriksa OJK, mengapa masalah internal yang sudah lama selesai dibawa ke Pengadilan sebagai Pidana oleh OJK, padahal masalahnya sudah lama selesai,” kata Mellisa
“Klien saya hanya duduk di rapat direksi, masalah yang diputuskan bukan domain beliau, dan beliau tidak memiliki keahlian aktuaria, sehingga hanya mendengarkan. Selain itu direksi tidak menerima apapun dari siapapun terkait keputusan ini”, imbuh Mellisa.
Mellisa menambahkan, isu Prasetya terlibat penggelapan dana nasabah dan diduga terlibat kasus yang menyebabkan Bumiputera saat ini kesulitan membayar klaim nasabah juga tidak masuk akal.
“Tidak masuk akal pengeluaran dana Rp 7,4 Milyar yang sudah dikoreksi menjadi Rp 2,6 Milyar di tahun 2015, menyebabkan Bumiputera menunggak klaim lebih dari Rp 10 Trilyun saat ini. Kasus ini memang tampak dipaksakan oleh OJK. Apalagi klien saya sudah tidak di Bumiputera sejak 2014.” kata Mellisa.