Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi bukti sejumlah perusahaan minuman beralkohol memberikan fee kepada oknum penyelenggara negara terkait perizinan kuota minuman beralkohol.
Diduga salah satu perusahaan adalah PT Danisa Texindo.
Ihwal pemberian fee atas izin kuota minuman beralkohol itu mengemuka dari pemeriksaan pemilik PT Danisa Texindo, Semi Djaya Effendi, Kamis (18/11/2021).
Effendi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan tahun 2016-2018 dengan tersangka Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS).
"Antara lain terkait dengan dugaan adanya pemberian fee atas izin kuota rokok dan minuman beralkohol yang disisihkan dari keuntungan beberapa perusahaan yang sebelumnya telah di tentukan nilai feenya oleh tersangka AS dkk," kata Plt juru bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (19/11/2021).
KPK belakangan sedang menyelisik perusahaan-perusahaan yang diuntungkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait penerbitan izin kuota rokok dan minuman keras (miras).
Baca juga: KPK Periksa 2 Petinggi Perusahaan Terkait Korupsi Penerbitan Izin Kuota Rokok dan Minol di BP Bintan
Namun, Ipi saat ini enggan merinci ihwal dugaan fee perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk PT Danisa Texindo yang notabennya perusahaan impor dan distributor wine.
"Terkait distribusi minuman beralkohol non cukai," kata Ipi.
KPK telah menetapkan Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi bersama Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Mohd Saleh Umar sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Apri pada 17 Februari 2016 dilantik menjadi Bupati Bintan yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.
Selanjutnya, awal Juni 2016, bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan dan dalam pertemuan tersebut diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.
Baca juga: Korupsi di BP Bintan, KPK Sebut 2 Perusahaan Rokok Ini Diduga Dapat Untung
Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, yakni golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.
Pada tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.
Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui oleh Mohd Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan Tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan BP Bintan Tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).
Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd Saleh 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.
Baca juga: KPK Periksa 2 Petinggi Perusahaan Terkait Korupsi Penerbitan Izin Kuota Rokok dan Minol di BP Bintan
Dari 2016 sampai 2018, BP Bintan menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses (TAS) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan tersebut.
KPK menduga perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar.