News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Tolak Uji Materi UU Pemilu, MK Putuskan Pilpres dan Pileg Dilaksanakan Serentak

Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman memimpin sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Adapun gugatan itu dilayangkan oleh empat orang mantan petugas KPPS Pemilu 2019.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang yang digelar virtual, Rabu (24/11).

Mahkamah menyatakan pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu yang diuji oleh para pemohon sesuai dengan amanat konstitusi.

Karena itulah, MK menilai dalil dari pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.

Maka dengan putusan itu, pemilu tetap berjalan seperti yang pernah diterapkan pada Pemilu 2019, di mana pemilihan presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota digelar dalam satu waktu.

Mahkamah menilai, pilihan model keserentakan yang dipilih akan bergantung kepada manajemen pemilu.

Baca juga: MK Putuskan Parpol pada Pemilu 2019 Tetap Diverifikasi Faktual

Desain pemilu tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak penyelenggara.

"Secara teknis, pembentuk UU dan penyelenggara pemilu dengan struktur yang dimiliki saat ini justru lebih memiliki kesempatan untuk melakukan evaluasi dan kajian secara berkala terhadap pelaksanaan teknis keserentakan pemilu," ucap MK

"Sehingga masalah-masalah teknis yang berkaitan dengan petugas penyelenggara pemilu adhoc dapat diminimalisasi dan diantisipasi," katanya.

MK juga menilai dalil Pemohon soal lima kotak suara menyebabkan beban kerja petugas penyelenggara Pemilu ad hoc sangat berat, tidak rasional dan tidak manusiawi berkaitan dengan manajemen pelaksanaan Pemilu yang merupakan bagian dari implementasi norma.

Menurut MK, dalil yang dipermasalahkan Pemohon sangat berkaitan dengan teknis dan manajemen tata kelola yang menjadi faktor penting kesuksesan penyelenggaraan Pemilu Serentak.

"Menurut Mahkamah, beban kerja yang berat, tidak rasional dan tidak manusiawi sangat berkaitan dengan manajemen pemilihan umum yang merupakan bagian dari implementasi norma," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini