News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kementerian PPPA Tanggapi Dugaan Kasus Dugaan Diskriminasi Siswa SD Tak Naik Kelas 3 Kali di Tarakan

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak dari KPPPA, Agustina Erni

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) merespon dugaan kasus diskriminasi di institusi pendidikan kepada 3 siswa kakak beradik di Kota Tarakan, Kalimantan Utara yang tidak naik kelas sebanyak 3 kali.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni menilai segala bentuk pelanggaran hak anak termasuk hak atas pendidikan tidak dapat dibenarkan dan dibiarkan.

Apalagi karena perbedaan agama yang dianut.

Erni mengatakan Kementerian PPPA temukan sejumlah pelanggaran di proses pendidikan sekolah tersebut.

“Berdasarkan telaah yang dilakukan Kemen PPPA, sekolah tersebut diduga telah melakukan pelanggaran atas sejumlah peraturan perundang-undangan mulai dari menghalangi anak untuk mendapatkan pendidikan agama, tidak memberikan toleransi pada pelaksanaan keyakinan agama bagi siswa, dan mempersulit anak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang sebenarnya dijamin oleh Undang-Undang,” tutur Erni dalam keterangannya.

Menurut Erni, pelanggaran atas hak anak seperti ini bisa sangat mengancam tumbuh kembang anak.

Oknum atau institusi sekolah tidak mempertimbangkan adanya dampak permanen psikologis dan menurunnya motivasi belajar anak.

Padahal hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah untuk membuat suasana yang kondusif dalam dunia pendidikan.

Selain itu, kebebasan beragama dan memeluk agama bagi setiap orang, termasuk anak telah dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang.

Baca juga: Taliban Klaim akan Bangun Pabrik Pengolahan Ganja, hingga Sebut soal Investasi Rp 6 Triliun

“Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali,” jelas Erni.

Erni juga menambahkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya.

Perlindungan anak dalam memeluk agamanya, meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agamanya bagi anak.

Bahkan menurut Erni, ketiga anak tersebut tinggal kelas bukan karena mereka tidak pandai akademik, namun karena  perlakuan diskriminasi atas keyakinan yang mereka anut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini