News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Yusril Ihza Mahendra: Pemerintah Harus Kerja Keras Perbaiki UU Cipta Kerja

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut Pemerintah Presiden Jokowi harus kerja keras memperbaiki UU Cipta Kerja setelah MK membacakan putusannya, Kamis (25/11/2021).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak punya pilihan kecuali harus bekerja keras memperbaiki UU Cipta Kerja setelah MK membacakan putusannya, Kamis (25/11/2021).

Hal tersebut dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi Putusan MK yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

"Jika dalam dua tahun UU tersebut tidak diperbaiki, maka UU itu otomatis menjadi inkonstitusional secara permanen. MK juga menyatakan, jika dalam dua tahun tidak diperbaiki, maka semua UU yang telah dicabut oleh UU Cipta Kerja itu otomatis berkaku kembali. Ini jelas dapat menimbulkan kekacauan hukum," kata Yusril dalam keterangannya, Kamis (25/11/2021).

Dalam putusan tersebut, MK juga melarang Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana terhadap UU Cipta Kerja selain yang sudah ada.

MK juga melarang Pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan baru yang berdampak luas yang didasarkan atas UU Cipta Kerja selama UU itu belum diperbaiki.

Mantan Menkumham dan Mensesneg tersebut menilai Putusan MK itu mempunyai dampak yang luas terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang usianya hanya kurang dari tiga tahun lagi.

Kebijakan-kebijakan super cepat yang ingin dilakukan Pemerintah Presiden Joko Widodo sebagian besar justru didasarkan kepada UU Cipta Kerja.

Baca juga: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD 1945, Begini Respons DPR dan Menko Airlangga

"Tanpa perbaikan segera, kebijakan-kebijakan baru yang akan diambil Presiden otomatis terhenti. Ini berpotensi melumpuhkan Pemerintah yang justru ingin bertindak cepat memulihkan ekonomi yang terganggu akibat pandemi," ucapnya.

Pemerintah, menurut Yusril dapat menempuh dua cara mengatasi hal tersebut.

Pertama memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam
merevisi UU Cipta Kerja.

Kedua, Pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata, mensinkronisasi, dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai daerah.

Yusril menilai, sejak awal UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan cara meniru Omnibus Law di Amerika dan Kanada itu bermasalah.

Baca juga: DPR Akan Pelajari Putusan MK Menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional

Menurutnya, Indonesia mempunyai UU Nomor 12 Tahun 2011 tengang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Setiap pembentukan peraturan maupun perubahannya, secara prosedur harus tunduk pada UU itu.

MK yang berwenang menguji materil dan formil terhadap UU, menggunakan UUD 1945 sebagai batu ujinya jika melakukan uji materil.

Sementara, jika melakukan uji formil, MK menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2011 itu.

"Sebab itu, ketika UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan meniru gaya Omnibus Law diuji formil dengan UU No 12 Tahun 2011, UU tersebut bisa dirontokkan oleh MK. MK akan memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur oleh UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan," kata dia.

Baca juga: Inkonstitusional Bersyarat, Ini yang Akan Terjadi jika UU Cipta Kerja Tak Diperbaiki dalam 2 Tahun

Karena itu, menurut Yusril, tidak heran dan tidak kaget jika MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Masih bagus MK hanya menyatakan inkobstitusional bersyarat.

Kalau murni inkonstitusional, maka Pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit.

"Karena itu, saya menyarankan agar Presiden Joko Widodo bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Cipta Kerja, tanpa harus menunggu dua tahun," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini