News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kalimantan Selatan

Kasus Suap Bupati HSU Abdul Wahid, KPK Periksa Pengasuh Pondok Pesantren

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021). KPK resmi menahan Abdul Wahid terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2021-2022. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan saksi Bobby Koesmanjaya selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren dan Ferry Riandy Wijaya selaku pihak swasta, Selasa (30/11/2021).

Keduanya akan diulik KPK dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Tahun 2021-2022 dengan tersangka Bupati nonaktif HSU Abdul Wahid (AW).

"Hari ini bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik mengagendakan pemeriksaan saksi untuk tersangka AW, Bobby Koesmanjaya (Pendiri dan Pengasuh Ponpes); Ferry Riandy Wijaya (swasta)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa.

Baca juga: KPK Periksa Bos PTPN Holding Aris Toharisman di Kasus Korupsi PG Djatiroto

Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ke Pengadilan Tipikor Jakarta

KPK telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 18 November 2021. 

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode (2012-2017) dan 2017-2022) pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. 

Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.

Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.

Baca juga: KPK Sita Mobil Ketua DPRD Hulu Sungai Utara dan Tanah Bupati Abdul Wahid di Amuntai Tengah

Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee, yaitu 10 persen untuk tersangka Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka. (Ist)

Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini