News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mahfud MD Beda Pendapat dengan Bung Hatta: Salah Jika Kita Percaya Korupsi Adalah Budaya

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat menyampaikan update terkait Undang-Undang Cipta Kerja melalui sambungan virtual YouTube resmi Kemenkopolhukam, Minggu (5/12/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memandang bahwa korupsi bukanlah budaya di Indonesia.

Awalnya ia mengungkapkan bahwa Wakil Presiden RI Pertama Bung Hatta pernah menyatakan korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia.

Pernyataan tersebut, menurut Mahfud sangat penting mengingat Bung Hatta merupakan sosok yang dikenal sangat jujur, bersih, dan penuh dedikasi terhadap bangsa ini.

Namun demikian, Mahfud tidak sependapat dengan pandangan Bung Hatta tersebut.

Menurutnya pandangan Bung Hatta tersebut bertujuan untuk mengingatkan agar korupsi jangan sampai menjadi budaya. 

Setidaknya, bagi Mahfud, ada tiga alasan ilmiah yang membuat korupsi tidak bisa menjadi budaya di Indonesia.

Pertama, kata dia, adalah definisi korupsi dan budaya yang bertentangan.

Menurutnya definisi budaya adalah hasil daya cipta, rasa, dan karsa yang selalu melahirkan kebaikan budi.

Baca juga: Diduga Mafia Tanah, Kejagung Tingkatkan Perkara Korupsi Margasatwa Karang Gading Jadi Penyidikan

Dengan demikian, kejahatan seperti korupsi misalnya, meskipun sering dilakukan orang namun bukan termasuk budaya.

Oleh sebab itu, kata dia, korupsi harus diartikan sebagai kejahatan yang harus dilawan, bukan sebagai budaya.

"Jika kita percaya bahwa korupsi adalah budaya, itu salah. Dari sudut ilmu," kata Mahfud dalam acara Diskusi Panel bertajuk Mewujudkan Sinergi Antar-Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait sebagai Counterpartner yang Kondusif dalam Pemberantasan Korupsi di kanal Youtube KPK pada Senin (6/12/2021).

Alasan kedua, kata Mahfud, orang yang percaya bahwa korupsi budaya budaya akan menjadi fatalis yang menyerah dan tidak mau peduli lagi.

"Jadi bertentangan dengan definisi, menimbulkan fatalisme dalam hidup," kata dia.

Alasan ketiga, kata dia, adalah berdasarkan hasil penelitiannya tentang politik hukum di Indonesia, korupsi bisa diberantas.

Dalam penelitian tersebut, kata dia, korupsi tumbuh ketika pemerintahan tidak demokratis.

Dalam penelitiannya, dalam pemerintahan yang demokratis praktik korupsi akan mudah dikendalikan dan dikurangi.

Baca juga: Mangkir, KPK Ultimatum Anak Tersangka Korupsi e-KTP Paulus Tannos Hadiri Pemeriksaan

Ia mencontohkan, saat awal kemerdekaan sampai tahun 1959, pemerintahan di Indonesia berjalan demokratis sehingga beberapa menteri yang terbukti melakukan korupsi bisa diadili dan dipenjara.

Contoh lain yang dijelaskannya adalah saat awal pemerintahan Orde Baru sekira tahun 1966 sampai 1970. 

Menurutnya, pada kurun waktu tersebut pemerintahan berjalan demokratis karena munculnya otoritarianisme Orde Baru terjadi sekira tahun 1969 ketika muncul UU Pemilu nomor 15 dan 16 tahun 1969.

"Jadi ketika negara itu berjalan demokratis, korupsi bisa dieliminir. Sehingga saya percaya pada tesis bahwa kalau ingin negara ini menjadi bersih dari korupsi, hasil penelitian di mana-mana ini, kalau negaranya demokrasinya berjalan baik, kontrol terhadap korupsi juga berjalan dengan baik," kata Mahfud.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini