Sigma-Hydrid adalah hujan meteor minor yang titik radiannya (titik asal kemunculan meteor) berada di dekat bintang Sigma Hydrae konstelasi Hydra yang berbatasan dengan konstelasi Monoceros.
Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu benda langit yang tidak diketahui dan pertama kali diamati oleh Richard E. McCrosky dan Annette Posen.
Hujan meteor Sigma-Hydrid dapat disaksikan sejak pukul 21.15 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam Matahari) dari arah Timur hingga Barat.
Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia berkisar 2,9-3 meteor/jam (Sabang hingga P. Rote).
Hal ini karena titik radian berkulminasi pada ketinggian 77°-90° arah utara dan 86°-90° arah selatan, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 3 meteor/jam.
Fenomena ini dapat disaksikan jika cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar medan pandang.
Hal ini dikarenakan intensitas hujan meteor ini berbanding lurus dengan 100% minus persentase tutupan awan dan berbanding terbalik dengan skala Bortle.
Skala Bortle adalah skala yang menunjukkan tingkat polusi cahaya.
Semakin besar skalanya, maka semakin besar polusi cahaya yang timbul.
6. Puncak Hujan Meteor Geminid (14-15 Desember)
Geminid adalah hujan meteor utama yang titik radiannya (titik asal kemunculan meteor) berada di dekat bintang Alfa Geminorum (Castor) konstelasi Gemini.
Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu asteroid 3200 Phaethon (1983 TB) yang mengorbit Matahari yang mengorbit Matahari dengan periode 523,6 hari.
Hujan meteor Geminid dapat disaksikan sejak pukul 20.30 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam Matahari) dari arah Timur Laut hingga Barat Laut.
Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia berkisar 86 meteor/jam (Sabang) hingga 107 meteor/jam (P. Rote).
Hal ini dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 46°-63° arah utara, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 120 meteor/jam.
Pastikan cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar medan pandang.
Hal ini dikarenakan intensitas hujan meteor ini berbanding lurus dengan 100% minus persentase tutupan awan dan berbanding terbalik dengan skala Bortle.
Skala Bortle adalah skala yang menunjukkan tingkat polusi cahaya.
Semakin besar skalanya, maka semakin besar polusi cahaya yang timbul.
Intensitas hujan meteor ini diperkirakan sedikit berkurang, karena Bulan akan berada di sekitar zenit saat titik radian sedang terbit.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Fenomena Astronomis