TRIBUNNEWS.COM - Kasus tindakan rudapaksa terhadap anak masih terjadi di tengah masyarakat.
Seperti kasus yang banyak mendapat perhatian, yakni guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, berinisial HW yang merudapaksa 12 santrinya sendiri.
Aksi bejat oknum guru itu bahkan juga disorot Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berbagai pihak pun mengecam keras tindakan HW.
Bahkan, ada yang menggaungkan hukuman kebiri hingga hukuman mati.
Baca juga: Ayah Tega Rudapaksa Anak Kandung hingga Hamil 5 Bulan, Pelaku Ditangkap saat Digebuki Warga
Lalu, apakah bisa hukuman mati diberikan kepada pelaku rudapaksa anak?
Advokat, Taufiq Nugroho mengatakan sejauh ini belum ada pasal yang mengatur hukuman mati bagi pelaku rudapaksa anak.
Namun, majelis hakim bisa berwenang memutuskan hukuman mati.
Tentunya hakim akan secara matang mempertimbangkan berbagai aspek jika akan menjatuhkan hukuman tersebut.
"Dimungkinan ada putusan hukuman mati, tetapi saya kira hakim akan memberikan pertimbangan yang matang dan itu murni kewenangan hakim."
"Dan boleh-boleh saja meskipun dalam UU tidak ada, kalau hakim punya pertimbangan lain dan temuan-temuan yang menarik," ujar dia dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (13/12/2021).
Baca juga: 2 Bulan Ditahan Kasus Mencabuli Belasan Santriwati, Herry Wirawan Tidak Pernah Dibesuk Keluarga
Menurut dia, sampai saat ini belum ada putusan yang menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan murni.
Fakta di lapangan, kata Taufiq, biasanya putusan hukuman mati dijatuhkan pada pelaku rudapaksa yang juga melakukan tindak pidana lain.
Misalnya, pelaku merudapaksa dan kemudian membunuh korban.
"Kecuali pemerkosaan yang membuat korbannya meninggal. Bisa saja dihukum mati karena pembunuhan berencana."
"Kalau murni ini pemerkosaan, korbannya tidak banyak, dan tidak ada pembunuhan atau mutilasi, setahu saya tidak ada hukuman mati," jelas dia.
Pasal Berlapis bagi Pelaku Rudapaksa Anak
Diketahui, kategori anak yang dimaksudkan sebagai korban rudapaksa yakni yang berusia di bawah 18 tahun.
Taufiq menjelaskan ada tiga pasal berlapis yang bisa dijerat bagi pelaku pemerkosaan sesuai kondisi tertentu.
Pertama, ada pasal 285 KUHP tentang tindak kejahatan pemerkosaan.
"Ada pasal berlapis yang bisa digunakan. Pertama, pasal 285 KUHP ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," tutur Taufiq.
Selain itu, bisa juga dikenakan pasal 76 D UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Korban Rudapaksa Herry Wirawan Bersedia Bertemu dengan KPAID: Ini Hasil Pembicaraannya
Adapun bunyi pasal 76 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
"Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."
Ancaman hukuman penjara dari perbuatan rudakpasa kemudian diatur dalam pasal 81 UU Perlindungan.
"Bisa dipidana minimal lima tahun maksimal 15 tahun atau denda Rp 5 miliar," tutur dia.
Tak hanya pidana, ada hukuman lain yang bisa diberikan ke pelaku, yakni hukuman kebiri kimia.
Pelaksanaan hukuman kebiri itu diatur dalam PP Nomor 70 tahun 2020.
Kebiri kimia diberikan pada pelaku dengan jangka waktu maksimal 2 tahun.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)