TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada tiga kandidat calon ketua umum PBNU yang akan maju dalam muktamar Lampung, 22-23 Desember 2021.
Selain KH Said Agil Siradj dan Gus Yahya Cholil Tsaquf, mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali juga diusung oleh beberapa cabang-cabang NU.
Ketiganya adalah alumni santri Krapyak Yogyakarta asuhan KH Ali Maksum, yang juga mantan Rois 'Aam PBNU.
Dalam pandangan Mutasyar PWNU DIY, KH Asyhari Abta, semua santri Krapyak pasti mengaku sangat dekat dengan Kyai Ali Maksum.
Tapi Kyai Asyhari menyebut ada beberapa tipologi.
Baca juga: Muktamar NU Diikuti 1.959 Muktamirin, 2 Sosok Ini Mencuat Sebagai Kandidat Ketua Umum PBNU
Pertama, santri Krapyak yang ngaji di dalam pondok bertempat di pondok, tapi sekolahnya di luar, di SMP dan SMA luar pondok.
Kedua, santri Krapyak yang tinggal di luar pondok tapi ikut ngaji di dalam pondok.
Ketiga, ngaji dan tinggal di dalam pondok, juga sekolah di MTs dan MA di pondok Krapyak.
"Yang paling tahu dan mengenal dengan ketiga kandidat dari Krapyak adalah teman-temannya ketika sama-sama menjadi santri, bagaimana ngajinya, bagaimana belajarnya," tutur Kyai Ashari, Selasa (21/12/2021).
Pesan kyai Asyhari ini adalah silakan cari pemimpin NU yang berbuat banyak untuk kemaslahatan umat, tidak memboncengi NU untuk kepentingan pribadi dan politik golongan.
Romo KH Asyhari Abta berkisah tentang keberanian, integritas dan visi keulamaan KH Ali Maksum ketika memikul amanah sebagai pemimpin tertinggi dalam struktur Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yakni jabatan Rois‘Aam.
Kyai Asyhari menganggap Mbah Ali sangat berani ketika memaksa KH Idham Chalid untuk berhenti menjadi ketua umum tanfidziyah PBNU.
Idham Chalid adalah ketua PBNU terlama, menjabat sejak 1956-1984.
”Kalau tidak diberhentikan, Pak Idham Chalid pasti akan maju terus mencalonkan diri sebagai ketua umum PBNU dan akan terpilih terus. Jadi, Pak Idham itu bikin cabang NU atau pengurus cabang itu banyak sekali di Jakarta, kecamatan kecamatan itu dijadikan pengurus cabang sehingga dukungan kepada Pak Idham setiap muktamar atau pemilihan ketua umum tanfidziyah PBNU selalu menang," kenang Romo Kyai Asyhari.
Asyhari Abta menyebutkan bahwa KH Idham Kholid ketika itu juga masuk sebagai ketua partai persatuan pembangunan (PPP), tetapi sangat lemah dalam membela kepentingan politik NU di PPP.
Karena Idham Kholid selalu kalah dengan Jailani Naro dan kawan-kawan.
"Itulah keberanian dan simbol supremasi Rois ‘Aam PBNU era KH Ali Maksum dalam menata regenerasi kepemimpinan NU sekaligus menata hubungan politik NU dengan politik praktis ketika Soeharto sangat powerfull berkuasa," ungkapnya.
Idham Chalid juga pernah duduk sebagai Wakil Perdana Menteri era Kabinet Ali Sastroamidjoyo dan Kabinet Juanda.
“Dalam Muktamar Situbondo Mbah Ali melarang Pak Idham Kholid maju sebagai ketua umum PBNU, akhirnya 1984 Gus Dur yang masih berusia 40-an tahun muncul sebagai Ketua Umum PBNU,” terang Kyai Asyhari Abta.
Peran KH Ali Maksum juga tampak dalam penerimaan NU terhadap asas tunggal Pancasila ketika Muktamar Situbondo.
Betapa pentingnya peran NU ketika secara deklaratif menerima Pancasila sebagai asas tunggal, di tengah suasana politik yang represif.
Asyhari Abta juga menilai keberanian Mbah Ali Maksum tampak dalam mempertahankan tokoh muda NU yang bernama Subhan ZE.
Asyhari mengingat bahwa ketika itu para kyai NU bermaksud melengserkan Subhan ZE sebagai Wakil Ketua Umum PBNU karena dianggap cacat moral, tetapi Mbah Ali Maksum mempertahankan Subhan ZE sebagai salah satu tokoh muda NU yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua MPRS dan ketika itu ketua MPRS adalah Jenderal Nasution.
Asyhari Abta dikenal sebagai salah satu santri dekat Mbah Ali Maksum karena sejak tahun 1975 sampai tahun 80-an tiap pagi bertugas menyapu rumah ndalem Mbah Ali.
“Setelah nyapu rumah dan kamar baru bikin wedang. Waktu itu belum ada kompor apalagi kompor gas. Jadi nggodog (merebus) wedang (minum) dengan grajen,” kenang mantan Rois Syuriyah PWNU DIY ini.
Sementara itu, Dr KH A Zuhdi Muhdlor, alumni Krapyak yang juga didikan Mbah Ali Maksum mengingat salah satu ajarannya, al-‘ilmu bi at-ta’allum, bahwa untuk mendapatkan ilmu harus menempuh jalan belajar, secara rasional, logis, bukan dengan tirakat yang berlebihan.
Menurut Zuhdi Muhdlor yang saat ini masih memegang mandat sebagai Wakil Rois Syuriyah PWNU DIY, dan sedang diusulkan oleh warga NU Jogja untuk menjadi pucuk pimpinan Ketua Tanfidziyah PWNU DIY, menyebut bahwa Mbah Ali tidak setuju kalau ada santrinya berlebihan dalam berpuasa tidak makan nasi 40 hari.
“Mbah Ali bilang santri harus makan bergizi biar cerdas” kenang Zuhi Muhdlor.
Selain itu KH Ali Maksum dalam pandangan Zuhdi, tidak mendikotomikan ilmu agama dan ilmu umum, yang mendorong santri untuk membaca semua buku dan kitab, yang kitab klasik atau yang modern.